BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penamaan adalah proses perlambangan suatu konsep
untuk mengacu kepada suatu referen yang berada yang di luar bahasa.
Referen adalah benda atau orang tertentu yang diacu
oleh kata atau untaian kata dalam kalimat atau konteks tertentu. Penamaan atau
pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara sesama
anggota suatu masyarakat bahasa (Aristoteles). Dalam pembicaraan mengenai
hakikat bahasa ada dikatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
bersifat arbiter. Maksudnya, antara suatu satuan bahasa, sebagai lambang,
misalnya kata, dengan sesuatu benda atau hal yang dilambangkannya bersifat
sewenang-wenang tidak ada hubungan “wajib” di antara keduanya.
Berdasarkan
penjelasan tersebut, penulis akan memaparkan tentang Penamaan.
B.
Rumusan Masalah
Pada latar
belakang diatas yang
penulis
buat rumusan masalah di dalam makalah ini
yaitu, Apa
pengertian dari Penamaan dan
sebab apa saja yang melatarbelakangi terjadi Penamaan tersebut?
C.
Tujuan
Dari
rumusan masalah diatas penulis membuat tujuan makalah ini yaitu,
Mengetahui apa
pengertian dari Penamaan dan
sebab apa saja yang melatarbelakangi terjadi Penamaan tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penamaan
Nama itu sama dengan lambang untuk sesuatu yang
dilambangkannya, maka berarti pemberian nama itu pun bersifat arbitrer, tidak
ada hubungan wajib sama sekali. Pemberian nama adalah soal konvensi atau
perjanjian belaka di antara sesama anggota suatu masyarakat bahasa (Aristoteles
384-322 SM). Bahasa merupakan sistem lambang bunyi
yang bersifat arbitrer. Maksud hal tersebut yakni sistem lambang bunyi suatu
satuan bahasa sebagai lambang dengan sesuatu benda atau hal yang dilambangkan
bersifat sewenang-wenang dan tidak ada hubungan wajib di antara keduanya.
Sebagai contoh, hewan berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan biasanya dapat
terbang, dalam bahasa Indonesia dinamai [burung], sedang dalam bahasa Jawa
dinamai [manuk], atau [bird] dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan teori yang ada, terdapat beberapa
penamaan yang dilatarbelakangi oleh sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa
tertentu, yakni sebagai berikut.
1.
Peniruan Bunyi
Nama-nama benda dibentuk berdasarkan bunyi dari benda
tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut.
Misalnya, binatang sejenis reptil kecil
yang melata di dinding disebut cecak karena bunyinya “cak, cak, cak“.
Begitu juga dengan tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek,
tokek”. Contoh lain meong nama untuk kucing, gukguk nama untuk
anjing, menurut bahasa kanak-kanak, karena bunyinya begitu.
Kata-kata yang dibentuk berdasarkan
tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi atau onomatope.
2.
Penyebutan Bagian
Penamaan suatu benda atau konsep
berdasarkan bagian dari benda itu, biasanya berdasarkan ciri khas yang dari
benda tersebut dan yang sudah diketahui umum.
Misalnya kata kepala dalam
kalimat Setiap kepala menerima bantuan sebesar 10 kg. Bukanlah dalam
arti “kepala“ itu
saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu kesatuan (pars pro toto, menyebut sebagian untuk keseluruhan). Contoh lainnya
yaitu kata Indonesia dalam kalimat Indonesia memenangkan medali emas
di olimpiade. Yang dimaksud adalah tiga orang atlet panahan putra (menyebut
keseluruhan untuk sebagian.)
3.
Penyebutan Sifat Khas
Penyebutan sifat khas adalah penamaan
sesuatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda tersebut. Gejala
ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa ini terjadi transposisi
makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Di
sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata
sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol itu, sehingga
akhirnya, kata sifatnya itulah yang menjadi nama bendanya. Contoh, orang yang
sangat kikir lazim disebut si kikir atau si bakhil. Yang kulitnya
hitam disebut si hitam, dan yang kepalanya botak disebut si botak.
Di dalam dunia politik dulu ada istilah
golongan kanan dan golongan kiri. Maksudnya, golongan golongan kanan untuk menyebut golongan
agama dan golongan kiri untuk menyebut golongan komunis.
4.
Penemu dan Pembuat
Nama benda dalam kosa kata bahasa
Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau
nama dalam peristiwa sejarah disebut dengan istilah appelativa. Nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain mujahir atau mujair
yaitu nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan
oleh seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Nama orang atau
nama pabrik dan merek dagang yang kemudian menjadi nama benda hasil produksi
itu banyak pula kita dapati seperti oskadon
obat sakit kepala, tipp ex koreksi
tulisan, miwon bumbu masak, dan lain
sebagainya.
Contoh lain
Volt nama satuan kekuatan listrik dari nama penciptanya yaitu Volta.
5.
Tempat Asal
Sejumlah nama benda dapat ditelusuri
berasal dari nama tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnit
berasal dari nama tempat Magnesia; kata kenari, yaitu nama sejenis
burung, berasal dari nama pulau kenari di Afrika; kata sarden atau ikan
sarden, berasal dari nama pulau Sardinia di Italia; kata klonyo berasal
dari Au De Cologne
artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat.
Banyak juga nama piagam atau prasasti
yang disebut berdasarkan nama tempat penemuannya seperti Piagam Kota Kapur,
Prasasti Kedukan Bukit, Piagam Telaga Batu dan Piagam Jakarta. Selain itu ada
juga kata kerja yang dibentuk dari nama tempat, misalnya, didigulkan yang berarti di buang ke Digul di Irian jaya; dinusakambangankan, yang berarti di bawa
atau dipenjarakan di Pulau Nusakambangan. Contoh lain :
a. Baju
merk Nevada berasal dari daerah Nevada, USA
b. Berus
dari nama tempat di Sumatra Barat
c. Kain
damas untuk taplak berasal dari nama kota Damaskus
d. Buah
siwalan berasal dari daerah Siwalan
e. Perjanjian
renville dilakukan di kapal Renville
6.
Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil
dari nama bahan pokok benda itu. Misalnya, karung yang dibuat dari goni yaitu
sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Corchorus
capsularis, disebut juga goni atau guni. Contoh lain, kaca adalah nama
bahan. Lalu barang-barang lain yang dibuat dari kaca seperti kaca mata, kaca
jendela, dan kaca spion. Bambu runcing adalah nama senjata yang
digunakan rakyat Indonesia dalam perang kemerdekaan dulu. Bambu runcing dibuat
dari bambu yang ujungnya diruncingi sampai tajam. Maka di sini nama bahan itu,
yaitu bambu, menjadi nama alat senjata itu. Contoh lain, kaca adalah nama bahan, nama barang lain
yang terbuat dari kaca disebut juga kaca seperti kaca mata, kaca jendela,
kaca spion
7.
Keserupaan
Dalam praktik berbahasa banyak kata
yang digunakan secara metaforis. Artinya kata itu digunakan dalam suatu ujaran
yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata itu.
Misalnya kata kaki pada frase kaki meja
dan kaki kursi dan ciri “terletak pada bagian bawah”. Contoh lain kata kepala
pada kepala kantor, kepala surat, dan kepala meja. Di sini kata kepala memiliki
kesamaan makna dengan salah satu komponen makna leksikal dari kata kepala itu,
yaitu “bagian yang sangat penting pada manusia” yakni pada kepala kantor,
“terletak sebelah atas” yakni pada kepala surat, dan “berbentuk bulat” yakni
pada kepala paku. Malah kemudian,
kata-kata seperti kepala ini dianggap sebagai kata yang polisemi, kata yang
memiliki banyak makna.
8.
Pemendekan
Penamaan yang didasarkan pada hasil
penggabungan unsur-unsur huruf dan beberapa suku kata yang digabungkan menjadi
satu. Misalnya rudal untuk peluru kendali, iptek untuk ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan tipikor untuk tindak pidana korupsi. Kata-kata yang
terbentuk sebagai hasil pemendekan ini lazim disebut akronim.
9.
Penamaan Baru
Penamaan baru dibentuk untuk
menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada karena kata atau istilah
lama yang sudah ada dianggap kurang tepat, kurang rasional, tidak halus atau
kurang ilmiah. Misalnya, kata pariwisata untuk menggantikan kata turisme,
darmawisata untuk piknik, dan karyawan untuk mengganti
kata kuli atau buruh. Penggantian kata gelandangan menjadi
tuna wismadan buta huruf menjadi tuna aksara adalah karena
kata-kata tersebut dianggap kurang halus; kurang sopan menurut pandangan dan
norma sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih akan terus
berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya yang ada di
dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Bahasa
merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksud hal tersebut
yakni sistem lambang bunyi suatu satuan bahasa sebagai lambang dengan sesuatu
benda atau hal yang dilambangkan bersifat sewenang-wenang dan tidak ada
hubungan wajib di antara keduanya. Sebagai contoh, binatang berkaki dua,
bersayap dan berbulu, dan biasanya dapat terbang, dalam bahasa Indonesia dinamai
[burung], sedang dalam bahasa Jawa dinamai [manuk], atau [bird] dalam bahasa
Inggris.
2. Berdasarkan
teori yang ada, terdapat beberapa penamaan yang dilatarbelakangi oleh
sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa tertentu, yakni sebagai berikut.
a. Peniruan
Bunyi
b. Penyebutan Bagian
c. Penyebutan Sifat Khas
d. Penemu dan Pembuat
e. Tempat Asal
f. Bahan
g. Keserupaan
h. Pemendekan
i.
Penamaan Baru
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Yakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka
Cipta