Sunday, December 21, 2014

ANALISIS NASKAH DRAMA “PELANGI” KARYA N. RIANTIARNO DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Di dalam sastra ada sebuah hubungan yang sangat erat antara apresiasi, kajian dan kritik sastra karena ketiganya merupakan tanggapan terhadap karya sastra.
            Saat pembaca sudah mampu mengapresiasi sastra, pembaca mempunyai kesempatan untuk mengkaji sastra. namun, hal ini tak sekadar mengkaji. Karena mengkaji telah menuntut adanya keilmiahan. Yaitu adanya teori atau pengetahuan yang dimiliki tentang sebuah karya. Saat Apresiasi merupakan tindakan menggauli karya sastra, maka mengkaji ialah tindakan menganalisis yang membutuhkan ilmu atau teori yang melandasinya. tentang penjelasan mengkaji seperti yang diungkapkan oleh Aminudin (1995:39) kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar  unsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu.
            Dengan adanya kajian drama inilah, peminat sastra melakukan analisis yaitu membedah karya-karya yang dibacanya. Sehingga unsur-unsur yang menyusun drama tersebut dapat diketahui. Juga rangkaian hikmah yang ada di dalamnya. Kajian sastra memiliki berbagai pendekatan. pendekatan-pendekatan itu ialah Objektif (struktural dan struktural semiotik), mimesis (sosiologi sastra), ekspresif (hermeuneutik), pragmatik (resepsi sastra & intertekstual), posmodernisme (dekonstruksi, poskolonial, studi kultural, dan feminisme)
            Dalam makalah ini penulis akan melakukan pengkajian naskah drama “Pelangi” karya N.Riantiarnososiologi dengan pendekatan sosiologi sastra.
B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat kita simpulkan pertanyaan yang akan di bahas dalam makalah ini. yaitu, Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam teks drama “Pelangi” karya N.Riantiarno?

C.    Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis tentang kajian terhadap karya sastra (drama) dan agar penulis dapat mengetahui bagaimana mengkaji karya sastra (drama) dengan baik dengan menggunakan suatu pendekatan tertentu. Dalam makalah ini penulis memilih pendekatan strukturalisme dan sosiologi sastra.
D.    Manfaat Penulisan Makalah
1.      Bagi Penulis
Bagi penulis, makalah ini sangat bermanfaat karena setelah mengapresiasi selanjutnya penulis dapat mengalami proses pengkajian, sehingga pengetahuan serta pengalaman penulis akan karya sastra juga bertambah.
2.      Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang kajian terhadap karya sastra serta dapat menemukan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Drama
Beberapa pengertian Drama menurut para ahli :
Menurut kintoko, drama adalah proses pemeranan diri kita menjadi seseorang yang harus diperankan di dalam pementasan. Drama adalah kehidupan sehari-hari yang dipentaskan dengan sistematis dan menarik.
Menurut Wiyanto, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama.
Menurut Budianta, drama adalah sebuah genre sastra yang memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada.
Drama merupakan salah satu karya sastra dalam bentuk adegan atau pertunjukan. Biasanya drama menampilkan sesuatu atau hal tentang kehidupan sehari – hari. Penulis naskah atau sutradara, ingin menyampaikan pesan atau keingininannya melalui pementasan drama. Seolah – olah penulis mencurahkan isi hatinya dan mengajak para peminat sastra bahkan penonton untuk menikmati dan merasakan kejadian – kejadian dalam kehidupan sekitar.
Drama ada yang sifatnya mengkritik , lelucon atau komedi , percintaan, tragedi, pantonim dan lain sebagainya . Kejadian – kejadian dalam cerita biasanya dipaparkan dalam bentuk dialog atau secara lisan. Kehidupan dan watak pelaku digambarkan melalui acting yang dipentaskan dalam adegan drama tersebut. Umumnya drama terbagi menjadi beberapa adegan yang berkaitan.

B.     Jenis Drama

Drama dapat dibedakan menjadi delapan jenis, yaitu:
1.      Tragedi: drama yang penuh dengan kesedihan
2.      Komedi: drama penggeli hati yang penuh dengan kelucuan.
3.      Tragekomedi: perpaduan antara drama tragedi dan komedi.
4.      Opera: drama yang dialognya dinyanyikan dengan diiringi musik.
5.      Melodrama: drama yang dialognya diucapkan dengan diiringi melodi/musik.
6.      Farce: drama yang menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya dagelan.
7.      Tablo: jenis drama yang mengutamakan gerak, para pemainnya tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan.
8.      Sendratari: gabungan antara seni drama dan seni tari.

Berdasarkan sarana pementasannya, pembagian jenis drama dibagi antara lain:
1.      Drama Panggung: drama yang dimainkan oleh para aktor dipanggung.
2.      Drama Radio: drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa didengarkan oleh penikmat.
3.      Drama Televisi: hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya drama televisi tak dapat diraba.
4.      Drama Film: drama film menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di bioskop.
5.      Drama Wayang: drama yang diiringi pegelaran wayang.
6.      Drama Boneka: para tokoh drama digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh beberapa orang.

Jenis drama selanjutnya adalah, berdasarkan ada atau tidaknya naskah drama. Pembagian jenis drama berdasarkan ini, antara lain:
1.      Drama Tradisional: tontonan drama yang tidak menggunakan naskah. 
2.      Drama Modern: tontonan drama menggunakan naskah.
     
C.    PENDEKATAN SOSIOLOGI
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Sementara itu, Soerjono Soekarno mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Jadi kalau diambil kesimpulan arti dari pendekatan sosiologi tersebut adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat.
Ilmu sosial tidak mudah membuat garis pemisah yang tegas antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lain. Sehingga kesan adanya tumpang tindih sering kali tidak dapat dihindari, termasuk memahami dalam hal ini kajian sosiologi antropologi. Sosiologi berusaha memahami hakekat masyarakat dalam kehidupan kelompok, baik struktur, dinamika, institusi, dan interaksi sosialnya. Antropologi berusaha memahami perilaku manusia (antropos) sesuai latar belakang kepercayaan dan kebudayaannya secara manusiawi (humaniora).

D.    ANALISIS  NASKAH DRAMA  “PELANGI” KARYA  N. RIANTIARNO DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI

1.      Sinopsis
Mama (nyonya Lattumahina) adalah janda yang memiliki empat orang anak yang sudah beranjak dewasa yaitu Siska, Rody, Gina dan si bungsu Diana. Diana mengatakan pada sang mama bahwa ia sudah mempunyai calon suami yang akan datang untuk melamar dan menikahinya. Mama menyetujui niat putrinya tersebut untuk segera menikah dengan Hasan, laki-laki pujaan hatinya yang seorang dokter. Namun niat Diana untuk menikah tidak mulus lantaran Siska, kakak pertamanya tidak stentang niatnya untuk menikah dan kedatangan Hasan yang akan melamarnya meskipun mama dan Rody kakak ketiganya telah mendukung niatnya tersebut.
Suatu hari siska menemukan karangan bunga anggrek dan kartu ucapan yang ditujukan untuk Diana dan kelurganya dari Hasan yang isinya bahwa nanti malam ia akan datang untuk melamar resmi Diana. Seketika itu emosi Siska meningkat dan mengintrogasi Diana tentang maksud dari karangan bunga anggrek dan surat yang dikirim oleh Hasan tersebut. Diana akhirnya mengakui dan mengatakan pada Siska bahwa ia memang berniat untuk menikah dan nanti malam Hasan akan datang untuk melamarnya. Siska tetap tidak setuju, ia menghendaki Diana jangan terlebih dahulu menikah dan harus menyelesaikan kuliahnya terebih dahulu, namun Diana membantah. Baginya usianya sudah cukup matang untuk menikah dan menentukan masa depannya sendiri dan Siska tidak berhak untuk mengatur masa depannya. Sang mama pun membantu meluluhkan hati Siska dengan mengatakan bahwa ia sebenarnya sudah ingin menggendong cucu dengan harapan Siska akan mengijinkan adiknya menikah terlebih dahulu. Sesuai dengan surat yang dikirimnya, malam itu Hasan datang besama Suruh untuk melamar Diana. Namun sayang, Siska tetap kekeh pada pendiriannya untuk tidak menjinkan Diana menikah terlebih dahulu dan justru menyuruh Hasan untuk pulang. Hal ini membuat Rody sebagai kakak kedua Diana kecewa  hingga terjadi perdebatan sengit antara dirinya yang membela niat Diana  dan Siska yang menentang.
Dua bulan kemudian tanpa persetujuan Siska, Diana akhirnya menikah  dengan Hasan dan berangkat ke Banjarmasin. Seluruh keluarga Diana berharap ia bahagia disana dengan pernikahannya. Diana bercerita kepada mama tentang mimpinya. Ia bermimpi tentang seekor buruh layang-layang yang ingin terbang tinggi  menembus pelangi namun jatuh ketanah dan akhirnya mati. Setelah itu datang nenek dengan laxie anjinya yang telah sembuh dari sakitnya setelah si anjing dinikahkan dan ingin berterimakasih kepada Rody yang telah memberinya saran untuk menikahkan anjingnya tersebut. Tiba-tiba Siska menjerit begitu tahu keadaan mama. Sang mama telah meninggal.
2.      Tokoh dan Penokohan

Sebelum menganalisis menggukana pendekatan Sosiologi penulias  mengkajian terhadap tokoh dan penokohan akan penilis kaji berdasarkan tokoh utama, yaitu tokoh antagonis, protagonis, wirawan/anti wirawan. Dalam teks drama “Pelangi” karya N.Riantiarno jumlah tokohnya ada delapan, yaitu Mama, Siska, Gina, Rody, Diana, Oma, Hasan dan suruh. Namun dikaitkan dengan pengkajian berdasarkan  tokoh utama hanya akan dikaji enam tokoh, yaitu Mama, Siska, Rody, Gina, Diana dan Hasan.
a.       Mama
Mama atau nyonya Lattumahina  adalah janda dan ibu dari empat orang anak yang lumpuh berusia 57 tahun. Mempunyai penyakit asmatis. Ia hanya bisa duduk terbaring di kursi roda untuk melakukan segala aktivitasanya. Tokoh mama termasuk wirawan karena mama sangat bijak dalam menanggapi permasalahan yang terjadi pada anak-anaknya. Ia membela niat Diana untuk menikah berusaha membantu meluluhkan hati Siska, tanpa memaksa. Seperti tampak pada kutipan berikut.
“Mama: Sudah waktunya ibu-ibu seumur aku menggendong cucu laki-laki atau perempuan. Alangkah bahagianya merasakan bayi kencing dipangkuanku, menangis keras-keras, melihat kalian sibuk membuat susu untuk anak kalian. .....”
Dari kutipan tersebut dapat dilihat dialog tokoh mama sangat bijak dalam menanggapi ketidaksetuan Siska terhadap pernikahan Diana. Ia tidak  mengatakan secara langsung agar Siska menyetujui, namun dengan kata-kata yang halus sehingga tidak akan menyinggung perasaan Siska.
b.      Siska
Siska adalah anak pertama mama yang berusia 31 tahun. Penokohan Siska termasuk tokoh yang antagonis karena Siska sangat menentang niat Diana untuk menikah. Selain itu, sebagai anak tertua Siska merasa dirinya berhak untuk mengatur masa depan adik-adiknya. Ia sesalu menganggap apa yang menjadi keputusannya benar dan harus ditaati oleh adik-adiknya, termasuk masalah masa depan. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Siska: Ya, itu juga bisa, tapi bukan itu yang kuinginkan. Aku mau kau menyelesaikan sekolahmu dulu. Selesai dari rumah ini, seperti pesan papa sebelum meninggal. Dan juga supaya kau merasa bersedia, rela banting tulang untuk kau Diana. Untuk kau!”
Dari kutipan tersebut tampak Siska adalah tokoh antagonis karena tindakannya sangat mengekang masa depan Diana dan sangat menentang apa yang diinginkan oleh adik-adiknya, juga sangat ingin berkuasa.
c.       Gina
Gina adalah anak kedua mama, adik pertama Siska yang berusia 30 tahun. Penokohan Gina dalam teks drama ini sebenarnya sangat terbatas, namun dari beberapa dialog yang ada Gina termasuk kedalam tokoh wirawan karena ia menjadi penengah keributan antara Siska dan Rody, seperti tampak pada kutipan berikut.
“ Gina: Rody, kau tahu, karena kau bisa merelakan Diana kawin lebih dulu dari kakak? (Rody menggeleng) karena kau laki-laki, kau bisa melakukan apa saja asal kau mau. Tapi Siska, dia perempuan. Dan nasib perempuan adalah menunggu itu dari dulu, biar bagaimanapun rasanya tabu baginya untuk mencari.” 
Dalam kutipan tersubut tampak tokoh Gina mempunyai budi pekerti yang luhur, ia dapat melerai dan menjadi penengah keributan antara Siska dan Rody.
d.      Rody
Rody adalah kakak laki-laki Diana berusia 28 tahun. Tokoh Rody termasuk tokoh protagonis karena ia berusaha membela keinginan dan kebahagiaan Diana untuk menikah. Bahkan demi membela keinginan adiknya tersebut ia sampai bertengkar dengan Siska, kakaknya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“ Rody: Tapi kau tak berhak melarang. Kau Cuma kakak. Cuma mama yang boleh melarang dan akhirnya tergantung Diana sendiri.” 
Dari kutipan tersebut tampak Rody sangat membela niat Diana untuk menikah dan berusaha memberi pengertian pada Siska tentang sikapnya yang keras kepala tidak mengijinkan Diana menikah.
e.       Diana
Diana adalah anak bungsu dari mama Lattumahina. Adik ketiga dari Siska yang usianya 27 tahun. Diana termasuk kedalam tokoh protagonis dan menjadi sentral cerita, yaitu keinginannya untuk menikah mendahului kakak-kakaknya namun mendapat pertentangan dari Siska, Kakaknya. Dengan sabar ia berusaha memberikan pengertian kepada Siska bahwa pernikahan tidak akan mengganggu sekolahnya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Diana : Aku janji akan lanjutkan sekolahku setelah kawin.” 
Kutipan tersebut menunjukan sikap Diana tentang keinginannya menikah namun tanpa mengganggu sekolahnya dan ingin berjanji kepada Siska, dengan harapan Siska menyetujui niat pernikahannya.
f.       Hasan
Hasan adalah kekasih Diana, Dokter yang baru saja lulus dan berumur 35 tahun. Hasan termasuk tokoh protagonis karena dengan sabar ia menanti Diana, walaupun Siska, kakaknya tidak merestuinya. Bahkan ketika datang untuk melamar Diana dan diusir oleh Siska ia tidak lantas marah tetapi sabar menunggu sampai semua keluarga Diana setuju. Seperti tampak pada kutipan berikut.
“Hasan: Apa boleh buat. Pintu masih terkunci mudah-mudahan lusa sudah terbuka sedikit hingga akau menduga apa isinya, baiklah, saya permisi. 
Dari kutipan tersebut tampak sekali sikap sabar Hasan, bahkan ketika datang untuk melamar Diana dan diusir oleh Siska ia tidak lantas marah tetapi sabar menunggu sampai semua keluarga Diana setuju.
3.       Analisis  naskah drama  “pelangi” karya  n. Riantiarno dengan pendekatan sosiologi
a.       Konteks Sosial Karya Sastra
Di dalam teks drama “Pelangi” karya N. Riantiarno terkandung beberapa konteks sosial tentang realitas yang terjadi di masyarakat, realitas itu antara lain:
1).    Keributan yang Dapat Mengganggu Tetangga
Dalam drama diceritakan pasangan muda Norma dan Ferry yang selalu bertengkar setiap hari dengan suara yang keras hingga mengganggu para tetangganya. Hal ini bertambah semakin parah kerena tinggal disekitar kompleks dengan rumah yang hampir tak ada jarak antara rumah yang satu dengan yang lain.
Mama: Dan juga kemarinnya, kemarinnya lagi. Hampir setiap hari selalu ada pertengkaran (menghela nafas) Ah, kadang-kadang mama ingin kita semua pindah dari kompleks ini ketempat yang lebih enak, lebih tenang, jauh dari kebisingan tetangga-tetangga yang suka usil dan berceloteh. ...” 
Dari kutipan tersebut tampak adanya ketidaknyamanan mama tinggal di komples yang selalu ada keributan setiap hari. Hal ini banyak juga terjadi di masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di komples perumahan dengan hampir tidak ada jarak antar rumah. Sedikit saja saja terjadi keributan disalah satu rumah akan terdengar dirumah tetangganya, dan itu sangat mengganggu ketentraman si tetangga. Bahkan kejadian ini tak jarang dapat menimbulkan keributan baru antar tetangga.
2).    Usia Pernikahan Muda Banyak Menimbulkan Masalah
Berkaitan dengan teks drama “Pelangi” ini terdapat anggapan bahwa menikah muda banyak menimbulkan banyak masalah. Adanya tokoh simbolis Norma dan Ferry dalam drama ini yang memicu munculnya anggapan tersebut. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Mama  : (Menggumam) Norma dan Ferry. Itulah akibatnya kalau kawin terlalu muda, selalu cekcok, tidak pernah tentram. 
Dari kutipan tersebut muncul anggapan bahwa menikah muda hanya akan banyak menimbulkan masalah. Realitas ini pula yang berkembang di masyarakat. Menikah di usia yang terlalu muda dianggap  sebagai pilihan yang akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Anggapan ini muncul karena banyaknya pasangan nikah diusia muda yang tidak bisa saling mengontrol emosinya yang masih relatif sangat tinggi. Akibatnya percekcokan dan pertengkaran pun tidak bisa dihindarkan. Bagi wanita, menikah dibawah usia 20 tahun membawa resiko tersendiri, yaitu resiko meninggal ketika melahirkan yang lebih besar daripada wanita berusia 20 tahun keatas. Namun menikah di usia muda juga memiliki dampak positif, antara lain menikah dapat menghindarkan diri dari perbutan dosa yang yang dilarang oleh agama, bahkan dikatakan bahwa pernikahan dapat membuka pintu rejeki seseorang. Pada akhirnya menikah muda adalah suatu pilihan yang butuh keberanian untuk menjalankannya karena memiliki dampak positif dan negatif yang sama-sama besar.
3).    Istri Harus Patuh dan Berbakti Kepada Suami
Realitas sosial bahwa istri harus patuh pada suami ditunjukan tokoh Diana dan Hasan. Setelah menikah dengan Hasan, Diana kemudian mengikuti suaminya pindah ke Banjarmasin. Seperti tampak pada kutipan berikut.
Ditempat yang sama. Dua bulan kemudian. Diana akhirnya kawin juga dengan Hasan Miscount tanpa persetujuan Siska. Kakaknya. Hari ini dia berangkat bersama suaminya ke Banjarmasin. (Pelangi:31)
Kutipan tersebut sebagai bukti empiris sekaligus menunjukan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Istri setelah menikah harus tunduk dan berbakti kepada suaminya. Mengikuti suami dan meninggalkan rumah keluarganya adalah wujud bakti seorang istri kepada suaminya. Bagi seorang wanita, terutama anak bungsu ini bukan perkara mudah. Wanita sebagai anak bungsu lebih banyak mempunyai ikatan emosional dan keterikatan yang tinggi dengan keluarganya, terutama dengan sang ibu sehingga seringkali terjadi pergolakan batin dalam dirinya. Namun ini menjadi resiko dan konsekuensi wanita dari sebuah pernikahan.
b.      Nilai-Nilai Karya Sastra
Di dalam teks drama “Pelangi” karya N. Riantiarno terkandung beberapa nilai-nilai yang ada di masyarakat. Nilai-nilai itu antara lain:
1).    Nilai Moral
“Menjaga Tali Kekeluargaan dan Silaturahmi”
Dalam teks drama “Pelangi” menunjukaan adanya pertengkaran antara Rody dan Siska yang membela Diana.  Seperti terlihat pada kutipan berikut.
Siska: Katakan, katakan saja aku tidak takut !
Rody: Jauh dilubuk hatimu, jauh didalam situ (Gina muncul diambang pintu, memperhatikan Rody yang sudah kalap)...kau tidak rela adik-adikmu mendahului kau untuk kawin. Kau berpikir picik tapi tidak mau berterus terang tentang harga dirimu.
Pertengkaran ini harusnya tidak terjadi, karena hanya akan merusak tali kekeluargaan. Disini ada nilai moral yang bisa kita petik yaitu walaupun berbeda pendapat, jangan sampai menyelesaikan dengan pertengkaran. Bukan antar kelurga, di dalam bermasyarakat pun kita harus bisa saling menghargai perbedaan pendapat dan menyelesaikannya dengan jalan yang sebaik mungkin. Hal ini penting untuk tetap menjaga keharmonisan tali silaturahmi, baik didalam keluarga maupun didalam masyarakat.
2).    Nilai Sosial
“Jangan Bertengkar Berlebihan Yang Dapat Mengganggu Tetangga”
Dalam drama diceritakan pasangan muda Norma dan Ferry yang selalu bertengkar setiap hari dengan suara yang keras hingga mengganggu para tetangganya. Hal ini bertambah semakin parah kerena tinggal disekitar kompleks dengan rumah yang hampir tak ada jarak antara rumah yang satu dengan yang lain.
Mama: Dan juga kemarinnya, kemarinnya lagi. Hampir setiap hari selalu ada pertengkaran (menghela nafas) Ah, kadang-kadang mama ingin kita semua pindah dari kompleks ini ketempat yang lebih enak, lebih tenang, jauh dari kebisingan tetangga-tetangga yang suka usil dan berceloteh. ...” 
Disini harus muncul suatu kesadaran dari pasangan tersebut bahwa bertengkar berlebihan dan dengan suara keras dapat mengganggu ketentraman tetangganya, terlebih dengan kondisi kompleks perumahan yang hampir tidak ada jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain. Tak jarang karena keadaan ini dapat menimbulkan keributan.  Dengan menjaga diri dari keributan yang berlebihan , hal itu juga akan dapat menjaga keharmonisan bertetangga.
3).    Nilai Budaya
“Tradisi Melamar Kepada Keluarga Wanita”
Nilai budaya ini muncul dalam cerita. Hal ini dilakukan oleh Hasan dan perwakilan keluarganya (Surun) ketika datang kepada keluarga Diana untuk melamarnya.  Seperti tampak pada kutipan berikut.
Surun: Kami datang untuk melamar. Barangkali itu sudah diketahui.
Pada acara lamaran ini, Keluarga calon mempelai pria mendatangi (atau mengirim utusan) ke keluarga calon mempelai perempuan untuk melamar putri keluarga tersebut menjadi istri putra mereka. Biasanya dengan membawa seserahan atau barang bawaan untuk si perempuan. Pada acara ini, kedua keluarga jika belum saling mengenal dapat lebih jauh mengenal satu sama lain, dan berbincang-bincang mengenai hal-hal yang ringan. Biasanya keluarga dari calon mempelai perempuan yang mempunyai hak menentukan lebih banyak, diterima atau tidaknya lamaran tersebut.
4).    Nilai Religi
“Penikahan Berbeda Agama”
Dalam teks drama ini nilai religi muncul ketika Diana yang seorang non muslim akan menikah dengan Hasan yang seorang muslim. Seperti tampak pada kutipan berikut.
Mama: islam ia. (cepat) ahh, tetapi tak apa, banyak orang yang kawin berlainan agama tapi bisa hidup bahagia itu artinya kamu mesti kawin di catatan sipil. Lalu kau dia tidak keberatan, kalau mau ulang saja di gereja, kita ulang lagi upacaranya. 
Didalam Islam sendiri sebenarnya tidak diijinkan adanya pernikahan berbeda agama, bahkan menjadi sesuatu yang diharamkan. Dengan adanya pernikahan berbeda agama antara Diana dan Hasan, sebenarnya menjadi unsur pelanggaran terhadap norma agama.
5).    Nilai Psikologis
“Nilai Psikologis Seorang Anak”
Nilai psikologis dalam drama ini muncul ketika Diana menikah dengan Hasan dan harus meninggalkan keluarganya setelah menikah untuk mengikuti Hasan, suaminya. Hal ini muncul dalam kutipan berikut.
Ditempat yang sama. Dua bulan kemudian. Diana akhirnya kawin juga dengan Hasan Miscount tanpa persetujuan Siska. Kakaknya. Hari ini dia berangkat bersama suaminya ke Banjarmasin. 
Disini tentu mempunyai nilai psikologis yang tinggi, yaitu Diana sebagai anak bungsu lebih banyak mempunyai ikatan emosional dan keterikatan yang tinggi dengan keluarganya, terutama dengan sang ibu sehingga seringkali terjadi pergolakan batin dalam dirinya.
“Nilai Psikologis Seorang Ibu”
Nilai psikologis kembali muncul ketika mama menerima telepon dari Diana, seperti kutipan berikut.
Mama: Tadi Diana menangis, tapi aku yakin, itu lantaran dia bahagia seorang laki-laki akan menjaga dia seumur hidupnya. Ah anak itu nasibnya baik, dokter itu tampan lagi. Bukankah bisa kita lihat, Hasan betul-betul mencintainaya, Sis? Sis? 
Nilai psikologis muncul pertama kali ketika mama harus merelakan putri bungsunya pergi bersama suaminya dan meninggalkan kelurganya. Kedua ketika mama mendapat telepon dari Diana yang menangis dan ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa putrinya tersebut menangis karena bahagia. Padahal mungkin dalam pikirannya ia sangat khawatir akan keadaan Diana bersama suaminya disana. Tentang bahagia atau tidaknya Diana setelah lepas dari pelukannya, keluarga yang selalu menyanyanginya.

BAB III
KESIMPULAN

A.    KESIMPULAN
Secara sosiologi sastra, pengkajian teks drama “Pelangi” ini memuat beragam konteks sosial budaya kemasyarakatan serta nilai-nilai yang  ada di masyarakat. Konteks sosial adalah seorang istri yang harus patuh dan berbakti kepada suami, usia pernikahan muda banyak menimbulkan masalah dan keributan yang dapat mengganggu tetangga. Sementara konteks budaya yang terkandung antara lain tradisi melamar dan larangan melangkahi kakak perempuan dalam pernikahan. Semua konteks itu dapat kita jumpai penerapannya dimasyarakat. Selain konteks sosial budaya kemasyarakatan, teks drama ini juga memuat beragai nilai-nilai seperti nilai moral, nilai sosial, nilai budaya, nilai religi, nilai psikologis dan nilai didaktis yang dapat diambil sebagai suatu hikmah dari teks drama “Pelangi” ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agung Nugroho. M.Pd. 2014. POWERPOINT.