BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di
dalam sastra ada sebuah hubungan yang sangat erat antara apresiasi, kajian dan
kritik sastra karena ketiganya merupakan tanggapan terhadap karya sastra.
Saat
pembaca sudah mampu mengapresiasi sastra, pembaca mempunyai kesempatan untuk
mengkaji sastra. namun, hal ini tak sekadar mengkaji. Karena mengkaji telah
menuntut adanya keilmiahan. Yaitu adanya teori atau pengetahuan yang dimiliki
tentang sebuah karya. Saat Apresiasi merupakan tindakan menggauli karya sastra,
maka mengkaji ialah tindakan menganalisis yang membutuhkan ilmu atau teori yang
melandasinya. tentang penjelasan mengkaji seperti yang diungkapkan oleh
Aminudin (1995:39) kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari
unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam karya sastra dengan
bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu.
Dengan
adanya kajian drama inilah, peminat sastra melakukan analisis yaitu membedah
karya-karya yang dibacanya. Sehingga unsur-unsur yang menyusun drama tersebut
dapat diketahui. Juga rangkaian hikmah yang ada di dalamnya. Kajian sastra
memiliki berbagai pendekatan. pendekatan-pendekatan itu ialah Objektif
(struktural dan struktural semiotik), mimesis (sosiologi sastra), ekspresif
(hermeuneutik), pragmatik (resepsi sastra & intertekstual), posmodernisme
(dekonstruksi, poskolonial, studi kultural, dan feminisme)
Dalam
makalah ini penulis akan melakukan pengkajian naskah drama “Pelangi” karya
N.Riantiarnososiologi dengan pendekatan sosiologi sastra.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas dapat kita simpulkan pertanyaan yang akan di bahas dalam
makalah ini. yaitu, Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam teks drama
“Pelangi” karya N.Riantiarno?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis tentang kajian
terhadap karya sastra (drama) dan agar penulis dapat mengetahui bagaimana
mengkaji karya sastra (drama) dengan baik dengan menggunakan suatu pendekatan
tertentu. Dalam makalah ini penulis memilih pendekatan strukturalisme dan
sosiologi sastra.
D. Manfaat Penulisan Makalah
1. Bagi
Penulis
Bagi
penulis, makalah ini sangat bermanfaat karena setelah mengapresiasi selanjutnya
penulis dapat mengalami proses pengkajian, sehingga pengetahuan serta
pengalaman penulis akan karya sastra juga bertambah.
2. Bagi
Pembaca
Bagi
pembaca, makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang kajian terhadap
karya sastra serta dapat menemukan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Drama
Beberapa pengertian
Drama menurut para ahli :
Menurut kintoko, drama
adalah proses pemeranan diri kita menjadi seseorang yang harus diperankan di dalam
pementasan. Drama adalah kehidupan sehari-hari yang
dipentaskan dengan sistematis dan menarik.
Menurut Wiyanto, drama
adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan
sumber pokok drama.
Menurut Budianta, drama adalah sebuah genre sastra yang
memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh
yang ada.
Drama merupakan salah
satu karya sastra dalam bentuk adegan atau pertunjukan. Biasanya drama
menampilkan sesuatu atau hal tentang kehidupan sehari – hari. Penulis naskah
atau sutradara, ingin menyampaikan pesan atau keingininannya melalui pementasan
drama. Seolah – olah penulis mencurahkan isi hatinya dan mengajak para peminat
sastra bahkan penonton untuk menikmati dan merasakan kejadian – kejadian dalam
kehidupan sekitar.
Drama ada yang
sifatnya mengkritik , lelucon atau komedi , percintaan, tragedi, pantonim dan
lain sebagainya . Kejadian – kejadian dalam cerita biasanya dipaparkan dalam
bentuk dialog atau secara lisan. Kehidupan dan watak pelaku digambarkan melalui
acting yang dipentaskan dalam adegan drama tersebut. Umumnya drama terbagi
menjadi beberapa adegan yang berkaitan.
B. Jenis Drama
Drama dapat dibedakan
menjadi delapan jenis, yaitu:
1. Tragedi: drama
yang penuh dengan kesedihan
2. Komedi: drama
penggeli hati yang penuh dengan kelucuan.
3. Tragekomedi: perpaduan
antara drama tragedi dan komedi.
4. Opera: drama yang
dialognya dinyanyikan dengan diiringi musik.
5. Melodrama: drama
yang dialognya diucapkan dengan diiringi melodi/musik.
6. Farce: drama yang
menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya dagelan.
7. Tablo: jenis
drama yang mengutamakan gerak, para pemainnya tidak mengucapkan dialog, tetapi
hanya melakukan gerakan-gerakan.
8. Sendratari: gabungan
antara seni drama dan seni tari.
Berdasarkan sarana
pementasannya, pembagian jenis drama dibagi antara lain:
1. Drama
Panggung: drama yang dimainkan oleh para aktor dipanggung.
2. Drama
Radio: drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa
didengarkan oleh penikmat.
3. Drama
Televisi: hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya drama televisi
tak dapat diraba.
4. Drama Film: drama
film menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di bioskop.
5. Drama Wayang: drama
yang diiringi pegelaran wayang.
6. Drama
Boneka: para tokoh drama digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh
beberapa orang.
Jenis
drama selanjutnya adalah, berdasarkan ada atau tidaknya naskah
drama. Pembagian jenis drama berdasarkan ini, antara lain:
1. Drama
Tradisional: tontonan drama yang tidak menggunakan naskah.
2. Drama
Modern: tontonan drama menggunakan naskah.
C. PENDEKATAN SOSIOLOGI
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Sementara itu,
Soerjono Soekarno mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kearah
mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang
menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.
Jadi kalau diambil kesimpulan arti dari pendekatan sosiologi tersebut adalah
suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup
bersama dalam masyarakat.
Ilmu
sosial tidak mudah membuat garis pemisah yang tegas antara disiplin ilmu yang
satu dengan yang lain. Sehingga kesan adanya tumpang tindih sering kali tidak
dapat dihindari, termasuk memahami dalam hal ini kajian sosiologi antropologi.
Sosiologi berusaha memahami hakekat masyarakat dalam kehidupan kelompok, baik
struktur, dinamika, institusi, dan interaksi sosialnya. Antropologi berusaha
memahami perilaku manusia (antropos) sesuai latar belakang kepercayaan dan
kebudayaannya secara manusiawi (humaniora).
D. ANALISIS NASKAH DRAMA “PELANGI” KARYA N. RIANTIARNO DENGAN
PENDEKATAN SOSIOLOGI
1. Sinopsis
Mama
(nyonya Lattumahina) adalah janda yang memiliki empat orang anak yang sudah
beranjak dewasa yaitu Siska, Rody, Gina dan si bungsu Diana. Diana mengatakan
pada sang mama bahwa ia sudah mempunyai calon suami yang akan datang untuk
melamar dan menikahinya. Mama menyetujui niat putrinya tersebut untuk segera
menikah dengan Hasan, laki-laki pujaan hatinya yang seorang dokter. Namun niat
Diana untuk menikah tidak mulus lantaran Siska, kakak pertamanya tidak stentang
niatnya untuk menikah dan kedatangan Hasan yang akan melamarnya meskipun mama
dan Rody kakak ketiganya telah mendukung niatnya tersebut.
Suatu
hari siska menemukan karangan bunga anggrek dan kartu ucapan yang ditujukan
untuk Diana dan kelurganya dari Hasan yang isinya bahwa nanti malam ia akan datang
untuk melamar resmi Diana. Seketika itu emosi Siska meningkat dan mengintrogasi
Diana tentang maksud dari karangan bunga anggrek dan surat yang dikirim oleh
Hasan tersebut. Diana akhirnya mengakui dan mengatakan pada Siska bahwa ia
memang berniat untuk menikah dan nanti malam Hasan akan datang untuk
melamarnya. Siska tetap tidak setuju, ia menghendaki Diana jangan terlebih
dahulu menikah dan harus menyelesaikan kuliahnya terebih dahulu, namun Diana
membantah. Baginya usianya sudah cukup matang untuk menikah dan menentukan masa
depannya sendiri dan Siska tidak berhak untuk mengatur masa depannya. Sang mama
pun membantu meluluhkan hati Siska dengan mengatakan bahwa ia sebenarnya sudah
ingin menggendong cucu dengan harapan Siska akan mengijinkan adiknya menikah
terlebih dahulu. Sesuai dengan surat yang dikirimnya, malam itu Hasan datang
besama Suruh untuk melamar Diana. Namun sayang, Siska tetap kekeh pada
pendiriannya untuk tidak menjinkan Diana menikah terlebih dahulu dan justru
menyuruh Hasan untuk pulang. Hal ini membuat Rody sebagai kakak kedua Diana
kecewa hingga terjadi perdebatan sengit antara dirinya yang membela
niat Diana dan Siska yang menentang.
Dua
bulan kemudian tanpa persetujuan Siska, Diana akhirnya menikah dengan
Hasan dan berangkat ke Banjarmasin. Seluruh keluarga Diana berharap ia bahagia
disana dengan pernikahannya. Diana bercerita kepada mama tentang mimpinya. Ia
bermimpi tentang seekor buruh layang-layang yang ingin terbang tinggi menembus
pelangi namun jatuh ketanah dan akhirnya mati. Setelah itu datang nenek dengan
laxie anjinya yang telah sembuh dari sakitnya setelah si anjing dinikahkan dan
ingin berterimakasih kepada Rody yang telah memberinya saran untuk menikahkan
anjingnya tersebut. Tiba-tiba Siska menjerit begitu tahu keadaan mama. Sang
mama telah meninggal.
2. Tokoh
dan Penokohan
Sebelum
menganalisis menggukana pendekatan Sosiologi penulias mengkajian terhadap tokoh dan penokohan akan
penilis kaji berdasarkan tokoh utama, yaitu tokoh antagonis, protagonis,
wirawan/anti wirawan. Dalam teks drama “Pelangi” karya N.Riantiarno jumlah
tokohnya ada delapan, yaitu Mama, Siska, Gina, Rody, Diana, Oma, Hasan dan
suruh. Namun dikaitkan dengan pengkajian berdasarkan tokoh utama
hanya akan dikaji enam tokoh, yaitu Mama, Siska, Rody, Gina, Diana dan Hasan.
a. Mama
Mama
atau nyonya Lattumahina adalah janda dan ibu dari empat orang anak
yang lumpuh berusia 57 tahun. Mempunyai penyakit asmatis. Ia hanya bisa duduk
terbaring di kursi roda untuk melakukan segala aktivitasanya. Tokoh mama
termasuk wirawan karena mama sangat bijak dalam menanggapi permasalahan yang
terjadi pada anak-anaknya. Ia membela niat Diana untuk menikah berusaha
membantu meluluhkan hati Siska, tanpa memaksa. Seperti tampak pada kutipan
berikut.
“Mama: Sudah waktunya ibu-ibu seumur aku
menggendong cucu laki-laki atau perempuan. Alangkah bahagianya merasakan bayi
kencing dipangkuanku, menangis keras-keras, melihat kalian sibuk membuat susu
untuk anak kalian. .....”
Dari
kutipan tersebut dapat dilihat dialog tokoh mama sangat bijak dalam menanggapi
ketidaksetuan Siska terhadap pernikahan Diana. Ia tidak mengatakan
secara langsung agar Siska menyetujui, namun dengan kata-kata yang halus
sehingga tidak akan menyinggung perasaan Siska.
b. Siska
Siska
adalah anak pertama mama yang berusia 31 tahun. Penokohan Siska termasuk tokoh
yang antagonis karena Siska sangat menentang niat Diana untuk menikah. Selain
itu, sebagai anak tertua Siska merasa dirinya berhak untuk mengatur masa depan
adik-adiknya. Ia sesalu menganggap apa yang menjadi keputusannya benar dan
harus ditaati oleh adik-adiknya, termasuk masalah masa depan. Hal ini tampak
pada kutipan berikut.
“Siska: Ya, itu juga bisa, tapi bukan
itu yang kuinginkan. Aku mau kau menyelesaikan sekolahmu dulu. Selesai dari
rumah ini, seperti pesan papa sebelum meninggal. Dan juga supaya kau merasa
bersedia, rela banting tulang untuk kau Diana. Untuk kau!”
Dari
kutipan tersebut tampak Siska adalah tokoh antagonis karena tindakannya sangat
mengekang masa depan Diana dan sangat menentang apa yang diinginkan oleh
adik-adiknya, juga sangat ingin berkuasa.
c. Gina
Gina
adalah anak kedua mama, adik pertama Siska yang berusia 30 tahun. Penokohan
Gina dalam teks drama ini sebenarnya sangat terbatas, namun dari beberapa
dialog yang ada Gina termasuk kedalam tokoh wirawan karena ia menjadi penengah
keributan antara Siska dan Rody, seperti tampak pada kutipan berikut.
“ Gina: Rody, kau tahu, karena kau bisa
merelakan Diana kawin lebih dulu dari kakak? (Rody menggeleng) karena kau
laki-laki, kau bisa melakukan apa saja asal kau mau. Tapi Siska, dia perempuan.
Dan nasib perempuan adalah menunggu itu dari dulu, biar bagaimanapun rasanya
tabu baginya untuk mencari.”
Dalam
kutipan tersubut tampak tokoh Gina mempunyai budi pekerti yang luhur, ia dapat
melerai dan menjadi penengah keributan antara Siska dan Rody.
d. Rody
Rody
adalah kakak laki-laki Diana berusia 28 tahun. Tokoh Rody termasuk tokoh
protagonis karena ia berusaha membela keinginan dan kebahagiaan Diana untuk
menikah. Bahkan demi membela keinginan adiknya tersebut ia sampai bertengkar
dengan Siska, kakaknya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“ Rody: Tapi kau tak berhak melarang.
Kau Cuma kakak. Cuma mama yang boleh melarang dan akhirnya tergantung Diana
sendiri.”
Dari
kutipan tersebut tampak Rody sangat membela niat Diana untuk menikah dan
berusaha memberi pengertian pada Siska tentang sikapnya yang keras kepala tidak
mengijinkan Diana menikah.
e. Diana
Diana
adalah anak bungsu dari mama Lattumahina. Adik ketiga dari Siska yang usianya
27 tahun. Diana termasuk kedalam tokoh protagonis dan menjadi sentral cerita,
yaitu keinginannya untuk menikah mendahului kakak-kakaknya namun mendapat
pertentangan dari Siska, Kakaknya. Dengan sabar ia berusaha memberikan
pengertian kepada Siska bahwa pernikahan tidak akan mengganggu sekolahnya. Hal
ini tampak pada kutipan berikut.
“Diana : Aku janji akan lanjutkan sekolahku
setelah kawin.”
Kutipan
tersebut menunjukan sikap Diana tentang keinginannya menikah namun tanpa
mengganggu sekolahnya dan ingin berjanji kepada Siska, dengan harapan Siska
menyetujui niat pernikahannya.
f. Hasan
Hasan
adalah kekasih Diana, Dokter yang baru saja lulus dan berumur 35 tahun. Hasan
termasuk tokoh protagonis karena dengan sabar ia menanti Diana, walaupun Siska,
kakaknya tidak merestuinya. Bahkan ketika datang untuk melamar Diana dan diusir
oleh Siska ia tidak lantas marah tetapi sabar menunggu sampai semua keluarga
Diana setuju. Seperti tampak pada kutipan berikut.
“Hasan: Apa boleh buat. Pintu masih
terkunci mudah-mudahan lusa sudah terbuka sedikit hingga akau menduga apa
isinya, baiklah, saya permisi.
Dari
kutipan tersebut tampak sekali sikap sabar Hasan, bahkan ketika datang untuk
melamar Diana dan diusir oleh Siska ia tidak lantas marah tetapi sabar menunggu
sampai semua keluarga Diana setuju.
3. Analisis naskah drama “pelangi” karya n. Riantiarno
dengan pendekatan sosiologi
a. Konteks
Sosial Karya Sastra
Di
dalam teks drama “Pelangi” karya N. Riantiarno terkandung beberapa konteks
sosial tentang realitas yang terjadi di masyarakat, realitas itu antara lain:
1). Keributan
yang Dapat Mengganggu Tetangga
Dalam
drama diceritakan pasangan muda Norma dan Ferry yang selalu bertengkar setiap
hari dengan suara yang keras hingga mengganggu para tetangganya. Hal ini
bertambah semakin parah kerena tinggal disekitar kompleks dengan rumah yang
hampir tak ada jarak antara rumah yang satu dengan yang lain.
Mama: Dan juga kemarinnya, kemarinnya
lagi. Hampir setiap hari selalu ada pertengkaran (menghela nafas) Ah,
kadang-kadang mama ingin kita semua pindah dari kompleks ini ketempat yang
lebih enak, lebih tenang, jauh dari kebisingan tetangga-tetangga yang suka usil
dan berceloteh. ...”
Dari
kutipan tersebut tampak adanya ketidaknyamanan mama tinggal di komples yang
selalu ada keributan setiap hari. Hal ini banyak juga terjadi di masyarakat,
terutama masyarakat yang tinggal di komples perumahan dengan hampir tidak ada
jarak antar rumah. Sedikit saja saja terjadi keributan disalah satu rumah akan
terdengar dirumah tetangganya, dan itu sangat mengganggu ketentraman si
tetangga. Bahkan kejadian ini tak jarang dapat menimbulkan keributan baru antar
tetangga.
2). Usia
Pernikahan Muda Banyak Menimbulkan Masalah
Berkaitan
dengan teks drama “Pelangi” ini terdapat anggapan bahwa menikah muda banyak
menimbulkan banyak masalah. Adanya tokoh simbolis Norma dan Ferry dalam drama
ini yang memicu munculnya anggapan tersebut. Hal ini tampak pada kutipan
berikut.
Mama : (Menggumam) Norma dan
Ferry. Itulah akibatnya kalau kawin terlalu muda, selalu cekcok, tidak pernah
tentram.
Dari
kutipan tersebut muncul anggapan bahwa menikah muda hanya akan banyak
menimbulkan masalah. Realitas ini pula yang berkembang di masyarakat. Menikah
di usia yang terlalu muda dianggap sebagai pilihan yang akan
menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Anggapan ini muncul karena banyaknya
pasangan nikah diusia muda yang tidak bisa saling mengontrol emosinya yang
masih relatif sangat tinggi. Akibatnya percekcokan dan pertengkaran pun tidak
bisa dihindarkan. Bagi wanita, menikah dibawah usia 20 tahun membawa resiko
tersendiri, yaitu resiko meninggal ketika melahirkan yang lebih besar daripada
wanita berusia 20 tahun keatas. Namun menikah di usia muda juga memiliki dampak
positif, antara lain menikah dapat menghindarkan diri dari perbutan dosa yang
yang dilarang oleh agama, bahkan dikatakan bahwa pernikahan dapat membuka pintu
rejeki seseorang. Pada akhirnya menikah muda adalah suatu pilihan yang butuh
keberanian untuk menjalankannya karena memiliki dampak positif dan negatif yang
sama-sama besar.
3). Istri
Harus Patuh dan Berbakti Kepada Suami
Realitas
sosial bahwa istri harus patuh pada suami ditunjukan tokoh Diana dan Hasan.
Setelah menikah dengan Hasan, Diana kemudian mengikuti suaminya pindah ke
Banjarmasin. Seperti tampak pada kutipan berikut.
Ditempat yang sama. Dua bulan kemudian.
Diana akhirnya kawin juga dengan Hasan Miscount tanpa persetujuan Siska.
Kakaknya. Hari ini dia berangkat bersama suaminya ke Banjarmasin. (Pelangi:31)
Kutipan
tersebut sebagai bukti empiris sekaligus menunjukan realitas sosial yang
terjadi di masyarakat. Istri setelah menikah harus tunduk dan berbakti kepada
suaminya. Mengikuti suami dan meninggalkan rumah keluarganya adalah wujud bakti
seorang istri kepada suaminya. Bagi seorang wanita, terutama anak bungsu ini
bukan perkara mudah. Wanita sebagai anak bungsu lebih banyak mempunyai ikatan
emosional dan keterikatan yang tinggi dengan keluarganya, terutama dengan sang
ibu sehingga seringkali terjadi pergolakan batin dalam dirinya. Namun ini
menjadi resiko dan konsekuensi wanita dari sebuah pernikahan.
b. Nilai-Nilai
Karya Sastra
Di
dalam teks drama “Pelangi” karya N. Riantiarno terkandung beberapa nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Nilai-nilai itu antara lain:
1). Nilai
Moral
“Menjaga
Tali Kekeluargaan dan Silaturahmi”
Dalam
teks drama “Pelangi” menunjukaan adanya pertengkaran antara Rody dan Siska yang
membela Diana. Seperti terlihat pada kutipan berikut.
Siska: Katakan, katakan saja aku tidak
takut !
Rody: Jauh dilubuk hatimu, jauh didalam
situ (Gina muncul diambang pintu, memperhatikan Rody yang sudah kalap)...kau
tidak rela adik-adikmu mendahului kau untuk kawin. Kau berpikir picik tapi
tidak mau berterus terang tentang harga dirimu.
Pertengkaran
ini harusnya tidak terjadi, karena hanya akan merusak tali kekeluargaan. Disini
ada nilai moral yang bisa kita petik yaitu walaupun berbeda pendapat, jangan
sampai menyelesaikan dengan pertengkaran. Bukan antar kelurga, di dalam
bermasyarakat pun kita harus bisa saling menghargai perbedaan pendapat dan
menyelesaikannya dengan jalan yang sebaik mungkin. Hal ini penting untuk tetap
menjaga keharmonisan tali silaturahmi, baik didalam keluarga maupun didalam
masyarakat.
2). Nilai
Sosial
“Jangan
Bertengkar Berlebihan Yang Dapat Mengganggu Tetangga”
Dalam
drama diceritakan pasangan muda Norma dan Ferry yang selalu bertengkar setiap
hari dengan suara yang keras hingga mengganggu para tetangganya. Hal ini
bertambah semakin parah kerena tinggal disekitar kompleks dengan rumah yang
hampir tak ada jarak antara rumah yang satu dengan yang lain.
Mama: Dan juga kemarinnya, kemarinnya
lagi. Hampir setiap hari selalu ada pertengkaran (menghela nafas) Ah,
kadang-kadang mama ingin kita semua pindah dari kompleks ini ketempat yang
lebih enak, lebih tenang, jauh dari kebisingan tetangga-tetangga yang suka usil
dan berceloteh. ...”
Disini
harus muncul suatu kesadaran dari pasangan tersebut bahwa bertengkar berlebihan
dan dengan suara keras dapat mengganggu ketentraman tetangganya, terlebih
dengan kondisi kompleks perumahan yang hampir tidak ada jarak antara rumah yang
satu dengan rumah yang lain. Tak jarang karena keadaan ini dapat menimbulkan
keributan. Dengan menjaga diri dari keributan yang berlebihan , hal
itu juga akan dapat menjaga keharmonisan bertetangga.
3). Nilai
Budaya
“Tradisi
Melamar Kepada Keluarga Wanita”
Nilai
budaya ini muncul dalam cerita. Hal ini dilakukan oleh Hasan dan perwakilan
keluarganya (Surun) ketika datang kepada keluarga Diana untuk melamarnya. Seperti
tampak pada kutipan berikut.
Surun: Kami datang untuk melamar.
Barangkali itu sudah diketahui.
Pada
acara lamaran ini, Keluarga calon mempelai pria mendatangi (atau mengirim
utusan) ke keluarga calon mempelai perempuan untuk melamar putri keluarga
tersebut menjadi istri putra mereka. Biasanya dengan membawa seserahan atau
barang bawaan untuk si perempuan. Pada acara ini, kedua keluarga jika belum
saling mengenal dapat lebih jauh mengenal satu sama lain, dan
berbincang-bincang mengenai hal-hal yang ringan. Biasanya keluarga dari calon
mempelai perempuan yang mempunyai hak menentukan lebih banyak, diterima atau
tidaknya lamaran tersebut.
4). Nilai
Religi
“Penikahan
Berbeda Agama”
Dalam
teks drama ini nilai religi muncul ketika Diana yang seorang non muslim akan
menikah dengan Hasan yang seorang muslim. Seperti tampak pada kutipan berikut.
Mama: islam ia. (cepat) ahh, tetapi tak
apa, banyak orang yang kawin berlainan agama tapi bisa hidup bahagia itu
artinya kamu mesti kawin di catatan sipil. Lalu kau dia tidak keberatan, kalau
mau ulang saja di gereja, kita ulang lagi upacaranya.
Didalam
Islam sendiri sebenarnya tidak diijinkan adanya pernikahan berbeda agama,
bahkan menjadi sesuatu yang diharamkan. Dengan adanya pernikahan berbeda agama
antara Diana dan Hasan, sebenarnya menjadi unsur pelanggaran terhadap norma
agama.
5). Nilai
Psikologis
“Nilai
Psikologis Seorang Anak”
Nilai
psikologis dalam drama ini muncul ketika Diana menikah dengan Hasan dan harus
meninggalkan keluarganya setelah menikah untuk mengikuti Hasan, suaminya. Hal
ini muncul dalam kutipan berikut.
Ditempat yang sama. Dua bulan kemudian.
Diana akhirnya kawin juga dengan Hasan Miscount tanpa persetujuan Siska.
Kakaknya. Hari ini dia berangkat bersama suaminya ke Banjarmasin.
Disini
tentu mempunyai nilai psikologis yang tinggi, yaitu Diana sebagai anak bungsu
lebih banyak mempunyai ikatan emosional dan keterikatan yang tinggi dengan
keluarganya, terutama dengan sang ibu sehingga seringkali terjadi pergolakan
batin dalam dirinya.
“Nilai
Psikologis Seorang Ibu”
Nilai
psikologis kembali muncul ketika mama menerima telepon dari Diana, seperti
kutipan berikut.
Mama: Tadi Diana menangis, tapi aku
yakin, itu lantaran dia bahagia seorang laki-laki akan menjaga dia seumur
hidupnya. Ah anak itu nasibnya baik, dokter itu tampan lagi. Bukankah bisa kita
lihat, Hasan betul-betul mencintainaya, Sis? Sis?
Nilai
psikologis muncul pertama kali ketika mama harus merelakan putri bungsunya
pergi bersama suaminya dan meninggalkan kelurganya. Kedua ketika mama mendapat
telepon dari Diana yang menangis dan ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri
bahwa putrinya tersebut menangis karena bahagia. Padahal mungkin dalam
pikirannya ia sangat khawatir akan keadaan Diana bersama suaminya disana.
Tentang bahagia atau tidaknya Diana setelah lepas dari pelukannya, keluarga
yang selalu menyanyanginya.
BAB III
KESIMPULAN
A.
KESIMPULAN
Secara
sosiologi sastra, pengkajian teks drama “Pelangi” ini memuat beragam konteks
sosial budaya kemasyarakatan serta nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Konteks sosial adalah seorang istri yang harus patuh dan berbakti
kepada suami, usia pernikahan muda banyak menimbulkan masalah dan keributan
yang dapat mengganggu tetangga. Sementara konteks budaya yang terkandung antara
lain tradisi melamar dan larangan melangkahi kakak perempuan
dalam pernikahan. Semua konteks itu dapat kita jumpai
penerapannya dimasyarakat. Selain konteks sosial budaya kemasyarakatan,
teks drama ini juga memuat beragai nilai-nilai seperti nilai moral, nilai
sosial, nilai budaya, nilai religi, nilai psikologis dan nilai didaktis yang
dapat diambil sebagai suatu hikmah dari teks drama “Pelangi” ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Agung Nugroho. M.Pd. 2014. POWERPOINT.