Monday, November 9, 2015

Tantangan Pahlawan Zaman Sekarang





Majawati Oen



Indonesia sudah merdeka selama 70 tahun, ibarat orang sudah berusia sepuh, kaya pengalaman dan pensiun. Sudah mempunyai anak dan cucu sebagai penerus. Dalam usianya yang ke-70 tahun Indonesia masih harus selalu berjuang untuk bisa menyejahterakan rakyatnya. Meskipun sudah menjadi negara maju dan melakukan pembangunan di berbagai bidang, tetapi permasalahan bangsa ini masih banyak. Kesejahteraan rakyatnya masih belum merata, polah pejabatnya yang korup juga masih berderet, ketergantungan pada BBM juga membuat stabilitas perekonomian beberapa kali terguncang. Belum lagi tuntutan kenaikan gaji buruh.

Sejak merdeka sampai sekarang, ternyata persoalan bangsa tetap datang silih berganti hanya beda bentuknya. Dengan demikian, sebenarnya setiap generasi punya persoalan dan perjuangan sendiri untuk mengatasinya. Setelah merdeka, tidak berhenti! Akan selalu datang masalah-masalah baru yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh bangsa Indonesia. Jika demikian, maka setiap generasi membutuhkan pahlawan di zamannya. Pahlawan yang kita kenal sebagai orang-orang yang berjasa memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan tercatat dalam sejarah adalah sekelompok orang yang menjadi pahlawan di zamannya. Para pahlawan yang dikenal dan dikenang secara meluas.

Sesungguhnya masih ada pahlawan-pahlawan lain yang sesudah kemerdekaan kurang mendapat julukan lagi. Sebutan pahlawan yang diangkat di zaman ini seperti pahlawan tanpa tanda jasa sebagai julukan untuk guru dan pahlawan devisa untuk TKI. Pahlawan yang lainnya masih banyak, hanya belum dijuluki. Menyambut Hari Pahlawan tahun 2015, saya tergugah untuk menuliskan tentang pahlawan zaman sekarang. Untuk menjadi pahlawan apakah harus mendapat pengakuan? Menurut saya tidak.

Di zaman yang makin terdesak oleh era globalisasi, ketika segala sesuatu bergerak dengan cepatnya, sebenarnya siapapun bisa menjadi pahlawan di posisinya masing-masing. Hal-hal kecil dan sederhana yang dilakukan sepenuh hati dan dengan niat baik, tekun dan berada pada garis kebenaran adalah bentuk kepahlawanan yang tidak terkuak, tetapi sangat dirasakan manfaatnya oleh orang-orang di sekitarnya.

Siapa saja yang bisa jadi pahlawan?

Seorang ibu yang mengurus rumah tangganya dengan baik, mengasuh anak-anaknya menjadi orang yang berguna dan sukses. Seorang ayah yang bertanggung jawab dan menyayangi keluarganya. Seorang pegawai yang bekerja tekun, jujur dan loyal. Seorang polisi yang menegakkan kebenaran. Seorang pebisnis yang fairplay. Seorang pemimpin yang bijaksana. Seorang pejabat yang mau melayani rakyat, yang tidak aji mumpung atas jabatannya. Seorang murid yang belajar dengan giat, seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, dan lain-lain. Siapapun bisa jadi pahlawan, tak harus menunggu menjadi sosok yang berpengaruh di masyarakat, tak harus menduduki jabatan penting dan terhormat?

Seperti kita tahu, apa saja sifat-sifat kepahlawanan itu? Rela berkorban, pantang menyerah, berani membela kebenaran, berjuang sampai titik darah penghabisan, ikhlas menolong siapa saja. Sejak kecil kita dikenalkan pada para pahlawan bangsa dengan teladan-teladannya, tetapi seringkali semua itu hanya sebagai ilmu yang terlewatkan setelah kita ulangan. Nilai-nilai luhur kepahlawanan justru mulai luntur karena kita merasa sudah merdeka dan kita disibukkan dengan upaya-upaya memenuhi kebutuhan hidup dan memperkaya diri.

Indonesia masih butuh pahlawan

Apa kita masih perang, sehingga butuh pahlawan? Ya. Perang di zaman ini memang beda bentuknya. Kita masih berperang melawan ketidakadilan, kurangnya pemerataan, perang melawan korupsi, perang melawan bobroknya birokrasi, perang melawan sistem pengelolaan keuangan negara yang masih sering bocor dan tidak hemat. Kita juga perang melawan rusaknya mental bangsa, melawan kemacetan, melawan sikap hedonisme. Kita juga berperang melawan usaha-usaha sebagian kelompok masyarakat yang ingin menggerogoti ideologi negara, Pancasila. Masih banyak persoalan bangsa yang harus kita perangi. Belum lagi perang melawan diri sendiri terhadap kemalasan, mau menang sendiri, ketidakpedulian dan lain-lain.

70 tahun setelah merdeka ternyata sikap-sikap kepahlawanan itu mulai luntur, semangat yang berkobar di dada pahlawan dengan perjuangan tanpa kenal lelah sampai kehilangan nyawa tak lagi merebak di dada orang Indonesia masa kini. Mereka masih berpedoman bahwa pahlawan adalah sosok yang memegang bambu runcing, memakai ikat kepala merah putih dan berperang dengan penjajah. Tak sadar bahwa dirinya sendiri saat ini juga menghadapi “penjajah” dalam bentuknya yang berbeda. Tidak ada bentuk fisik lawannya, tetapi tanpa disadari telah menggerogoti bangsa ini.

Penjajah yang paling sulit dilawan adalah ego diri. Kita tak lagi dijajah oleh bangsa lain. Kita dijajah oleh bangsa kita sendiri karena sulitnya mengatasi perbedaan pendapat. Bangsa Indonesia berhenti, jalan di tempat ketika elite politiknya saling ngotot dan tidak bisa mengatasi perbedaan yang terjadi. Bangsa Indonesia sudah terjajah oleh kebijakan yang salah selama bertahun-tahun dalam pengelolaan kekayaan negara. Kita ini katanya kaya akan sumber daya alam, tetapi kita juga sekaligus miskin karena terjerat oleh harga BBM. Kita juga terjajah oleh kesalahan sistem dalam pengambilan kebijakan yang selalu berganti-ganti karena pengelolanya ganti. Banyak biaya besar yang terbuang percuma dan rakyat tak bisa berbuat apa-apa. Dengan demikian perjuangan para pahlawan di negara ini masih harus diteruskan, dan masih dibutuhkan pahlawan-pahlawan untuk berperang melawan “penjajah baru”.

Tantangan pahlawan masa kini

Pahlawan masa kini tak perlu atribut, pahlawan masa kini cukup dimulai dengan niat dan tindakan. Siapa saja bisa menjadi pahlawan di posisinya masing-masing dengan meneladan sikap para pahlawan. Menjadi generasi yang tidak membebani negara karena bersikap yang kurang terpuji, menjadi generasi yang lebih suka mendahulukan kewajibannya daripada memperjuangkan tuntutannya. Menjadi generasi yang bisa memberi solusi dan bukan pintar mengkritisi saja. Perjuangan bangsa Indonesia masih banyak dan panjang, setiap generasi membutuhkan pahlawan. Bukankah untuk menjadi pahlawan, tak harus selalu dicatat sejarah. Hal yang terpenting adalah kiprah sang pahlawan mempunyai nilai manfaat nyata, meskipun itu bukan sesuatu yang besar hingga menggemparkan jagad atas upaya perjuangannya dan tidak membuatnya jadi orang terkenal.

Bersyukur, saat ini mulai muncul sosok-sosok yang berani beda dalam berkiprah. Mereka adalah pahlawan masa kini yang aksinya dapat menginspirasi banyak orang melalui tindakan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat di sekelilingnya. Semoga makin bermunculan pahlawan masa kini yang dapat menumpas “penjajah baru” dan dapat membawa pencerahan kepada bangsa Indonesia.
 

Selamat Hari Pahlawan