Monday, September 29, 2014

MAKALAH TEORI TINDAK BAHASA DARI SUDUT PEMBICARA

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Fungsi bahasa adalah komunikasi atau menyampaikan pesan atau makna dari pembicara kepada lawan bicara.

Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan  pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam  penerapannya, tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang kritikus  sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang halus (sulit) atau untuk memahami alam genre (jenis) sastra, para antropolog akan berkepentingan dengan teori tindak tutur ini dapat mempertimbangkan mantra magis dan ritual, para filsuf melihat juga adanya aplikasi potensial diantara berbagai hal, misalnya status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa) melihat gagasan teori tindak tutur  sebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantik, pembelajar bahasa kedua, dan yang lainnya. Dalam linguistik,      pragmatik tindak tutur tetap merupakan praduga dengan implikatur khusus. (Setiawan, 2005 : 16)

Di Makalah  ini saya akan membahas tentang Teori Tindak Bahasa dari Sudut Pembicaraan.

Untuk itu saya membuat makalah ini berjudul  “Teori Tindak Bahasa dari Sudut Pembicaraan” agar kita dapat mengetahui teori tidak bahasa dari sudut pembicaraan tersebut.

  1. Rumusan Masalah
Didalam makalah ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1.      Apa yang dimaksud tindak bahasa dari sudut pembicara?
2.      Apa aturan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara?

  1. Tujuan
Berdasarkan  rumusan masalah di dalam makalah ini maka, penulis makalah memiliki tujuan :

1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud tindak bahasa dari sudut pembicara.
2.      Untuk mengetahui aturan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara.

  1. Manfaat
Manfaat dari makalah ini, yaitu :
1.      Mengetahui apa yang dimaksud tindak bahasa dari sudut pembicara.
2.      Mengetahui aturan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Tindak Bahasa dari Sudut Pembicara

1.      Definisi Tindak Bahasa 

Menurut Setiawan Tindak bahasa (speech act) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya tindak bahasa digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang halus (sulit) atau untuk memahami alam genre (jenis) sastra, para antropolog akan berkepentingan dengan teori tindak bahasa ini dapat mempertimbangkan mantra magis dan ritual, para filosof melihat juga adanya aplikasi potensial diantara berbagai hal, status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa) melihat gagasan teori tindak bahasasebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantik, pemelajar bahasa kedua, dan yang lainnya. Di dalam linguistik pragmatik tindak tutur tetap merupakan praduga dengan implikatur khusus. (Setiawan, 2005 : 16)

Menurut Austin (1962), ujaran/kalimat yang bentuk formalnya adalah pernyataan, biasanya memberi informasi, tetapi ada juga yang berfungsi lain, yakni yang “melakukan suatu tindakan bahasa”. Kita membedakan dua fungsi yang diungkapkan oleh kalimat pernyataan.

Kalimat komunikatif terbagi atas dua kategori yaitu kalimat penyata atau konstatif  dan kalimat pelaku atau perlakuan atau performatif :




1.      Penyata (konstatif) yang memberikan informasi mengenai suatu fakta yang dapat benar atau tidak benar, dan

2.      Pelaku atau perlakuan (performatif) yang melakukan suatu tindakan sambil mengucapkan suatu bentuk bahasa.

1.                  Kalimat pelaku atau  perlakuan (Performatif).

Makna dari kalimat perlakuan adalah mengungkapkan (pelafalan) kalimat itu. Umpamanya, kalau kita mengambil kalimat :

a.       Saya berjanji datang besok pagi.
Makna kalimat itu adalah “janji yang diucapkan itu

b.      Saya menyatakan seminar ini dibuka.
Maka ucapannya atau perlakuannya  itulah makna kalimat itu, yakni pengucapannya itulah tanda bahwa  keadaan ”seminar dibuka” itu menjadi kenyataan.

Kalimat perlakuan seperti diatas relatif tidak begitu banyak jumlahnya dalam suatu bahasa, yang jauh lebih banyak adalah kalimat penyata. Austin (1962) mengatakan bahwa makna juga disebut nilai kalimat. itu adalah tindakan membuat janji itu. Jadi, “mengucapkan kalimat  itu adalah perlakuan berjanji, dan kalimat itu disebut kalimat perlakuan.

2.      Kalimat penyata (konstatif) seperti :
a.       Dia pergi ke Bali.
b.      Sudah pernahkah anda ke Bali?
c.       pergilah ke bali.


  1. Aturan Tindak Bahasa dari Sudut Pandang Pembicara

Adapun aturan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara, yakni sebagai berikut :

1.      Harus ada urutan peristiwa yang dianggap baku.

Peristiwa yang dianggap baku disini adalah bisa dilihat dari sudut pembicaraan, ada tiga jenis keterampilan berbicara tersebut ditinjau dari segi formal,semi formal dan non formal.

a.       Pembicara Formal (Bahasa dan Situasi) :

Tempat penggunaan bahasa formal digunakan di :
1).    Sekolah: Sekolah Umum,Kursus,Latihsan kerja.
2).    Kantor.
3).    Gedung (yang dugunakan untuk Pertemuan Ilmiah atau Formal,Penataran,Peresmian).
Sedang jenis formal yang menggunakan bahasa formal adalah :
1).    Pidato Formal (Resmi).
2).    Presentasi:Ilmiah,Pemasaran,Sidang Ujian.
3).     Peresmian.
4).    Pelantikan.
5).    Penataran.

b.      Pembicaraan Semi Formal

Jenis kegiatan yang termasuk semi formal adalah :
1).    Wawancara.
2).    Ceramah.
3).    Pidato: Pidato semi formal (biasa),seperti: kata sambutan dalam perayaan.
4).    Perkawinan,ulang tahun.
5).    Reuni.

c.       Pembicaraan Non-formal

Percakapan sehari-hari di lingkungan anak-anak,remaja,pemuda dan orang tua dengan bahasa dan situasi santai :

1).    Percakapan sehari-hari di lingkungan keluarga.
2).    Percakapan sehari-hari di lingkungan masyarakat (yang digunakan misalnya: bahasa gaul.

2.      Ucapan itu harus dilakukan oleh orang tertentu yang ditunjuk dan berwenang dalam situasi tertentu yang sifatnya resmi.
3.      Semua orang dalam tempat atau ruangan itu harus ikut ambil bagian, dan suasana tidak di benarkan teralu santai.
4.      Prosedur itu harus diikuti secara benar dan lengkap. tidak ada bagian yang dihilangkan ataupun di tambahakan.

Austin merumuskan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara yang tidak berkaitan/berkenaan dengan 4 syarat diatas menjadi 3, yaitu:

1.      Tindak Bahasa Lokusi yakni mengatakan sesuatu dalam arti berkata.

Contoh :

a.       Andi belajar membaca.

Kelima kalimat di atas dituturkan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa ada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.


2.      Tindak Bahasa Ilokusi yakni tindak bahasa yang diidentifikasi dengan kalimat pelaku yang eksplisit.

Kalimat ekplisit adalah makna absolut yang langsung diacu oleh bahasa. Tindakan secara gambling, tegas, terus terang, tidak berbelit-belit (sehingga orang dapat menangkap maksudnya dengan mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah. Konsep makna ini bersifat denotatif (sebenarnya) sebagai representasi dari bahasa kognitif.

Sedangkan makna implisit adalah makna universal yang disembunyikan oleh bahasa. Konsep makna ini bersifat konotatif (kias) sebagai representasi dari bahasa emotif. Makna eksplisit mengacu pada informasi, sedangkan makna implisit mengacu pada emosi. 

Contoh :

a.       Andi berjanji ingin belajar membaca.
Analisisnya yaitu kalimat tersebut diucapkan oleh orang yang ingin belajar membaca maka Ilokusinya yaitu orang tersebut berjanji kepada dirinya sendiri ingin belajar membaca.

3.      Tindak Bahasa Perlokusi yakni tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau efek dari ucapan orang lain.


Contoh :

a.       Andi dapat membaca
Analisisnya yaitu dari segi Ilokusi, orang tersebut belajar membaca, Perlokusinya akibat anak tersebut belajar membaca, anak tersebut dapat membaca yang baik dan benar.

BAB III
PENUTUP
A.     Simpulan

Menurut Austin (1962), ujaran/kalimat yang bentuk formalnya adalah pernyataan, biasanya memberi informasi, tetapi ada juga yang berfungsi lain, yakni yang “melakukan suatu tindakan bahasa”. Kita membedakan dua fungsi yang diungkapkan oleh kalimat pernyataan.
4.      Penyata (constatives) yang memberikan informasi mengenai suatu fakta yang dapat benar atau tidak benar, dan
5.      Pelaku atau perlakuan (performatives) yang melakukan suatu tindakan sambil mengucapkan suatu bentuk bahasa.

Adapun aturan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara, yakni sebagai berikut :
1.      Harus ada urutan peristiwa yang dianggap baku.
2.      Ucapan itu harus dilakukan oleh orang tertentu yang ditunjuk dan berwenang dalam situasi tertentu yang sifatnya resmi.
3.      Semua orang dalam tempat atau ruangan itu harus ikut ambil bagian, dan suasana tidak di benarkan kalu santai.
4.      Prosedur itu harus diikuti secara benar dan lengkap; tidak ada bagian yang dihilangkan ataupun di tambahakan.

Austin merumuskan tindak bahasa dari sudut pandang pembicara yang tidak berkaitan/berkenaan dengan 4 syarat diatas menjadi 3, yaitu:

1.      Tindak Bahasa Lokusi yakni mengatakan sesuatu dalam arti berkata.
2.      Tindak Bahasa Ilokusi yakni tindak bahasa yang diidentifikasi dengan kalimat pelaku yang eksplisit.
3.      Tindak Bahasa Perlokusi yakni tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau efek dari ucapan orang lain.

B.     Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, Silahkan sampaikan kepada kami.Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.

Wabillah Taufik Walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer Abdul. Psikolinguistik; Kajian Teoritik. Jakarta : 2009  Rineka Cipta.