BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Drama merupakan salah satu dari tiga macam genre sastra sebagai cabang kesenian yang mandiri. Secara etimologi, kata “drama” berasal dari bahasa Yunani "draomai" yang berarti “menirukan”, selanjutnya dalam pengertian umum diartikan “berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi”. .
Drama juga diklasifikasikan menjadi drama dalam bentuk naskah dan drama yang dipentaskan. Drama dalam bentuk naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Sedangkan drama dalam bentuk pentas adalah jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias, dan sebagainya.
Naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam ” yang menceritakan tentang Gusti Biang seorang janda yang begitu membanggakan kebangsawanannya. Ia hidup di rumah peninggalan suaminya. Gusti Biang adalah janda almarhum I Gusti Rai seorang bangsawan yang dulu sangat dihormati karena dianggap pahlawan kemerdekaan. Gusti Biang hanya tinggal bersama dengan Wayan, seorang lelaki tua yang merupakan kawan seperjuangan I Gusti Ngurah Rai dan Nyoman Niti, seorang gadis desa yang selama kurang lebih 18 tahun tinggal di purinya. Sementara putra semata wayangnya Ratu Ngurah telah lima tahun meninggalkannya karena sedang menuntut ilmu di pulau Jawa. Namun, Nyoman juga sebagai tokoh utama yang mana selalu muncul pula dalam setiap pembicaraan sekaligus sebagai lawan jalannya sebuah konflik antar kedua tokoh tersebut, Gusti Biang yang selalu membanggakan kebangsawanan dan kesombongannya mampu mempertahankan kesabaran Nyoman selama beberapa tahun, hingga akhirnya Nyoman tak kuasa dan pergi akibat kesombongan dan injakan-injakan dari sang majikan. Selain kedua tokoh tersebut, ada pula tokoh tritagonis yang terlibat peran untuk mendamaikan antar kedua tokoh antagonis dan protagonis melalui sebuah tutur kata dan perbuatannya yang selalu mendinginkan sebuah persoalan. Putu Wijaya telah berhasil menyusun alur drama dengan sangat rapi, sehingga para pembaca sangat mudah untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi pada drama “Bila Malam Bertambah Malam”. Hal ini lah yang membuat penulis untuk mencoba mengkaji naskah drama berjudul “Bila Malam Bertambah Malam” dengan pendekatan struktural.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam analisis stuktur naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam ” hanya dititikberatkan pada analisis stuktur dan unsur-unsur intrinsik saja. Ada pun unsur-unsur itu meliputi :
1. Tema
2. Alur atau plot
3. Latar atau seting (latar tempat, latar waktu)
4. Penokohan atau perwatakan
5. Gaya Bahasa
6. Amanat
C. Tujuan
Tujuan dari menganalisis stuktur naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam ” dengan pendekatan Objektif adalah untuk dapat menganalisis stuktur dan unsur-unsur intrinsik dari naskah drama yang dianalisis.
D. Manfaat
Kita dapat mengetahui dan menganalisis stuktur naskah drama “Bila Malam Bertambah Malam ” ataupun yang lain dengan pendekatan Objektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Drama
Beberapa pengertian Drama menurut para ahli :
Menurut kintoko, drama adalah proses pemeranan diri kita menjadi seseorang yang harus diperankan di dalam pementasan. Drama adalah kehidupan sehari-hari yang dipentaskan dengan sistematis dan menarik.
Menurut Wiyanto, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama.
Menurut Budianta, drama adalah sebuah genre sastra yang memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada.
Drama merupakan salah satu karya sastra dalam bentuk adegan atau pertunjukan. Biasanya drama menampilkan sesuatu atau hal tentang kehidupan sehari – hari. Penulis naskah atau sutradara, ingin menyampaikan pesan atau keingininannya melalui pementasan drama. Seolah – olah penulis mencurahkan isi hatinya dan mengajak para peminat sastra bahkan penonton untuk menikmati dan merasakan kejadian – kejadian dalam kehidupan sekitar.
Drama ada yang sifatnya mengkritik , lelucon atau komedi , percintaan, tragedi, pantonim dan lain sebagainya . Kejadian – kejadian dalam cerita biasanya dipaparkan dalam bentuk dialog atau secara lisan. Kehidupan dan watak pelaku digambarkan melalui acting yang dipentaskan dalam adegan drama tersebut. Umumnya drama terbagi menjadi beberapa adegan yang berkaitan.
B. Jenis Drama
Drama dapat dibedakan menjadi delapan jenis, yaitu:
1. Tragedi: drama yang penuh dengan kesedihan
2. Komedi: drama penggeli hati yang penuh dengan kelucuan.
3. Tragekomedi: perpaduan antara drama tragedi dan komedi.
4. Opera: drama yang dialognya dinyanyikan dengan diiringi musik.
5. Melodrama: drama yang dialognya diucapkan dengan diiringi melodi/musik.
6. Farce: drama yang menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya dagelan.
7. Tablo: jenis drama yang mengutamakan gerak, para pemainnya tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan.
8. Sendratari: gabungan antara seni drama dan seni tari.
Berdasarkan sarana pementasannya, pembagian jenis drama dibagi antara lain:
1. Drama Panggung: drama yang dimainkan oleh para aktor dipanggung.
2. Drama Radio: drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa didengarkan oleh penikmat.
3. Drama Televisi: hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya drama televisi tak dapat diraba.
4. Drama Film: drama film menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di bioskop.
5. Drama Wayang: drama yang diiringi pegelaran wayang.
6. Drama Boneka: para tokoh drama digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh beberapa orang.
Jenis drama selanjutnya adalah, berdasarkan ada atau tidaknya naskah drama. Pembagian jenis drama berdasarkan ini, antara lain:
1. Drama Tradisional: tontonan drama yang tidak menggunakan naskah.
2. Drama Modern: tontonan drama menggunakan naskah.
C. Pendekatan Objektif
Pendekatan Objektif adalah pendekatan sastra yang menganalisis struktur atau unsur-unsur pokok, sering juga disebut sebagai unsur intrinsik
Pendekatan Objektif atau Struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan Objektif atau struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan Objektif atau Struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Ada pun unsur-unsur itu meliputi :
1. Tema
2. Alur atau plot
3. Latar atau seting (latar tempat, latar waktu)
4. Penokohan atau perwatakan
5. Gaya Bahasa
6. Amanat
a. Tema
Tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52).
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya dalam membuat suatu tulisan. Di setiap tulisan pastilah mempunyai sebuah tema, karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema apa yang akan dibuat. Dalam menulis cerpen, puisi, novel, karya tulis, dan berbagai macam jenis tulisan haruslah memiliki sebuah tema. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tema)
b. Alur atau Plot
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Atar Semi (1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi.
c. Latar atau setting
Latar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992: 46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
1) Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
2) Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
3) Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.
d. Penokohan atau perwatakan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.
e. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis [1].
f. Amanat
Amanat adalah pesan yang ditulis oleh penulis kepada pembaca secara tersembunyi atau tidak kita sadari
D. Pendekatan Objektif Naskah Drama “Bila Malam Bertambah Malam”
Pendekatan Objektif adalah pendekatan sastra yang menganalisis struktur atau unsur-unsur pokok, sering juga disebut sebagai unsur intrinsik. Unsur intrinsik Naskah Drama “Bila Malam Bertambah Malam”antara lain :
1. Tema
Tema yang diangkat oleh Putu Wijaya dalam drama ini adalah persoalan status sosial. Karena pada drama ini menceritakan seorang tokoh yang mempersoalkan derajat kebangsawanan. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut:
Gusti Biang
“Cinta? Ibu dan ayahmu kawin tanpa cinta. Apa itu cinta? Yang ada hanyalah kewajiban menghormati leluhur yang telah menurunkanmu, menurunkan kita semua di sini. Kau tak boleh kawin dengan dia, betapapun kau menghendakinya. Aku telah menyediakan orang yang patut untukmu. Jangan membuatku malu. Ibu telah menjodohkan kau sejak kecil dengan Sanggung Rai”.
Gusti Biang
“Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas menjadi menantuku!”
Ngurah
“ Kenapa tidak ibu? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri? Karena drajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat Tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh Tiyan dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan Tiyang lebih hati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang lain omong kosong semua!
2. Alur
Alur atau kerangka drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya menggunakan alur maju, karena diceritakan secara runtut dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, unsur-unsur plot meliputi:
a. Pengenalan situasi cerita (exposition)
Pengenalan situasi pada drama Bila Malam Bertambah Malam terdapat pada kutipan berikut.
Wayan
“Gusti, Nyoman adalah tunangan Ngurah, calon menantu Gusti Biang sendiri, berani sumpah, Nyoman adalah tunangan Ngurah. Ratu Ngurah sendiri yang mengatakannya.
“Aku akan mengawini Nyoman Bape” katanya. “Biar hanya orang desa, pendidikannya rendah tapi hatinya baik, daripada ...” biar dimakan leak. Demi apa saja”
b. Menuju pada adanya konflik (rising action)
Kutipan berikut menunjukkan pada adanya konflik yang terdapat pada drama bila malam bertambah malam karya Putu Wijaya.
Wayan (Dengan tegas)
“Tiyang tahu semuanya, tu Ngurah.
Sebab tiyang yang telah mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan dengan dia, seperti tu Ngurah dengan Nyoman. Tiyang tidak buta huruf seperti disangkanya. Tiyang bisa membaca dokumen-dokumen dan surat-surat rahasia yang ada di meja kerjanya. Siapa yang membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh pak Rai, menghujani dengan peluru dari berbagai penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang bertanggung jawab atas kematian sembilan puluh enam kawan-kawan yang berjuang habis-habisan itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten Sugianyar, kawan-kawan tiyang yang paling baik, bahkan kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica”.
c. Puncak konfliik (turning point)
Puncak konflik terdapat pada kutipan berikut.
Ngurah
“Bape menghina keluarga saya”.
Wayan
“Bukan menghina tu Ngurah. Begitulah keadaannya. Desa Marga menjadi saksi semua itu, hanya beliau dilahirkan sebagai putra Bangsawan yang berpengaruh serta dihormati karena jasa-jasa leluhur, dosa beliau kepada pak Rai terhadap semua korban puputan itu seperti dilupakan. Tetapi tiyang sendiri tidak pernah melupakannya. Bukan hanya seorang, banyak penghianat-penghianat di bumi ini dianggap orang sebagai pahlawan sedangkan yang benarbenar berjasa dilupakan orang.
Ngurah
“Saya tak senang dengan cara-cara bape ini, diam_diam menjadi musuh dalam selimut. Susah payah saya memperbaiki nama baik keluarga. Sekarang bape hendak menodainya. Mencari-cari kesalahan memang gampang bape…
d. Penyelesaian (ending)
Penyelesaian drama bila malam bertambah malam karya Putu Wijaya tergambar pada kutipan dialog berikut.
WAYAN
“Ngurah, sudah tahu semuanya. Ngurah sudah pantas mendengar itu. Tapi Jangan terlalu memikirkannya. Lupakan saja itu semua. Itu memang sudah terjadi tetapi sekarang setelah Ngurah tahu, hati kami merasa lega. Sekarang lupakan semua itu. Lupakan, jangan bersakitsakit memikirkannya.
3. Latar
a. Latar tempat
Latar tempat drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya adalah di rumah Gusti Biang yang terdapat pada kutipan berikut.
Gusti Biang
“Si tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang dibutuhkan. Pasti dia sudah berbaring di kandangnya, menembang seperti orang kasmaran pura-pura tidak mendengar, padahal aku sudah berteriak, sampai leherku patah. Wayaaaaaa...... Wayaaaaa... tuaaaa....
Gusti Biang
“Setan! Setan! Kau tak boleh berbuat sewenang-wenang di rumah ini. Berlagak mengatur orang lain yang masih waras. Apa good, good apa? Good bye! Menyebut kekasih, manis, kau pikir apa anakku. Wayan akan menguncimu di dalam gudang tiga hari tiga malam, dan kau akan meraung seperti si belang”.
Wayan
“Tiyang ketiduran di gudang”.
Gusti Biang
“ Begundal itu! Masukkan dia ke gudang!”
Gusti Biang
“Ya! Leak itu tidak boleh masuk rumahku ini. Setan itu juga! Biar mati dua-duanya sekarang! Kalau kau mau ikut pergi terserah. Aku akan mempertahankan kehormatanku. Kehormatan suamiku, kehormatan Sanggung Rai, kehormatan leluhur-leluhur di puri ini”.
b. Latar waktu
Latar waktu pada drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya terjadi pada malam dan sore hari yang ditunjukan pada dialog berikut.
Nyoman
“Nah, itu sebabnya kalau belum santap malam. Apalagi sejak beberapa hari ini Gusti sudah tidak mau minum jamu lagi, minum sekarang ya?
Wayan
“ Mana ada setan sore-sore begini Gusti?”
Wayan
“ Malam-malam begini?”
4. Tokoh/penokohan
a. Gusti Biang
Gusti Biang adalah seorang janda yang sombong dan membanggakan kebangsawannya. Dia juga merupakan tokoh pemeran utama dalam drama ini, di mana menjadi fokus dari tokoh-tokoh lainnya dan setiap kali muncul dalam pembicaraan. Gusti Biang mempunyai watak keras, pemarah, angkuh, dan egois. dan dalam kehidupan sehari-harinya dia selalu marah-marah terhadap kedua orang yang setia menemaninya. Namun dia juga telah menuduh hartanya. Dengan sikapnya yang masih ingin mempertahankan tatanan lama yang menjerat manusia berdasarkan kasta, membuat dia sombong dan memandang rendah orang lain. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut.
Gusti Biang
“Tidak, tidak. Aku tahu semua itu. Kalau aku menelan semua obat-obatanmu itu, aku akan tidur seumur hidupku, dan tidak akan bangun-bangun lagi, lalu good bye. Lalu kau akan menggelapkan beras ke warung Cina. Kau selamanya iri hati dan ingin membencanaiku... kalau sampai aku mati karena racunmu, Wayan akan menyeretmu ke pengadilan”.
Gusti Biang
“Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras, Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah kujodohkan sejak kecil dia dengan Sanggung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh mendurhakai orang tua seperti itu. Apapun yang terjadi dia harus terus menghargai martabat yang diturunkan oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang bisa dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benar-benar menjaga martabat ini., aku akan malu sekali, kalau dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati menggantung diri daripada menahan malu seperti ini. Apa nanti kata Sanggung Rai? Apa nanti kata keluarganya kepadaku? Tidak, tidak!”
Gusti Biang
“Dia tidak pantas menjadi istrimu! Dia tidak pantas menjadi menantuku!”
b. Nyoman
Nyoman adalah seorang gadis desa yang selama kurang lebih 18 tahun mengabdi dan tinggal di puri Gusti Biang. Selama itu pula, kebutuhan Nyoman tercukupi oleh Gusti Biang, dari pendidikannya dan kebutuhan sehari-harinya. Nyoman Niti selalu setia melayani Gusti Biang, dia rela menelan pil pahit akibat sikap Gusti Biang yang selalu menginjak-injak harga dirinya, hingga dia tidak tahan dengan sikap Gusti Biang dan pergi dari puri tersebut, setelah beberapa tahun lamanya memendam rasa penderitaannya dan menahan amarah Gusti Biang yang selalu terlontarkan untuknya. Namun, dulu semua itu dia pendam karena Wayan yang selalu membujuknya untuk tetap tinggal di puri Gusti Biang. Hingga akhirnya Nyoman Niti pun tak kuasa lagi dan bergegas meninggalkan mereka dengan beruarai air mata dalam suasana malam yang sunyi. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut.
Nyoman
“Gusti Biang, ini air daun belimbing, bubur ayam yang sengaja tiyang buatkan untuk Gusti”.
Nyoman
“Sekarang sudah saatnya Gusti Biang minum obat”.
Nyoman
“Gusti Biang memang orang yang paling baik dan berbudi tinggi. Tidak seperti orang-orang lain, Gusti. Gusti telah menyekolahkan tiyang sampai kelas dua SMP, dan Gusti sudah banyak mengeluarkan biaya. Coba tengok bayangan Gusti di muka cermin, seperti tiga puluh tahun saja... mau minum obatnya sekarang Gusti?
Nyoman
“Gusti telah menyakiti tiyang lagi. Saya akan pergi sekarang juga”.
Nyoman
“Tak tiyang sangka Gusti seberat ini! Tak tiyang sangka. Tiyang akan pergi ke desa, tak mau meladeni Gusti lagi!”
Nyoman
“Memang, saya banyak berhutang budi, dikasih makan, disekolahkan, dibelikan baju, dimasukkan kursus modes, tapi kalau tiap hari dijadikan bal-balan, disalah-salahkan terus? Sungguh mati kalau tidak dikuat-kuatkan, kalau tidak ingat pesan tu Ngurah, sudah dari dulu-dulu sebetulnya”.
c. Ngurah
Ngurah adalah anak dari Gusti Biang yang sedang menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas yang ada di pulau Jawa. Gusti Biang selalu membangga-banggakan anaknya, namun Ngurah lahir bukan dari lelaki bangsawan yakni Gusti Rai. Tetapi, ia lahir dari buah cinta Gusti Biang dengan Wayan teman seperjuangan ayahnya. Ngurah adalah kekasih Nyoman. Ia pun begitu mencintai Nyoman, namun cinta mereka terhalang oleh kasta kedudukan. Begitu pula dengan kisah cinta Gusti Biang terhadap Wayan yang terhalang oleh kasta. Hingga akhirnya cinta itu berubah menjadi kemarah-marahan, kesombongan, dan keegoisan Gusti Biang. Ngurah mempunyai watak yang berbeda dengan ibunya, dia mempunyai watak yang baik terhadap semua orang, bahkan dia sangat bijaksana terlebih ketika mengetahui cerita sebenarnya tentang siapa ayah kandungnya sendiri yang ternyata adalah Wayan, sang pembantu ibunya. Hingga akhirnya Gusti Biang mengijinkan Ngurah menikah dengan Nyoman dan Gusti Biang sendiri mulai berjanji untuk menjaga kesetiaannya terhadap wayan hingga ajal memisahkan mereka. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut.
Ngurah
“Ibu.....”
Ngurah
“Tiyang Ngurah, Tiyang datang Ibu...”
Ngurah
“Ya, nanti, nanti kita bicarakan”.
Ngurah
“ Ya, titiyang akan mengawininya”.
Ngurah
“ Kami saling mencintai ibu”.
Wayan
“ Tiyang tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan dengan dia. Seperti tu Ngurang dengan Nyoman. Tiyang tidak buta huruf seperti disangkanya. Tiyang bisa membaca dokomen-dokumen dan surat-surat rahasia yang ada di meja kerjanya. Siapa yang membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh pak Rai, menghujani dengan peluru dari berbagai penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang bertanggung jawab atas kematian sembilan puluh enam kawan-kawan yang berjuang habis-habisan itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten Sugianyar, kawan-kawan tiyang yang paling baik, bahkan kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang telah melaporkan gerakan itru semua kepada Nica”.
Wayan
“Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu”.
(kepada Ngurah)
“Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh Gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memilki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia.. sampai.. Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu Ngurah, dia sebenarnya ayah Ngurah yang sejati”.
Ngurah tak percaya dan menghampiri ibunya yang mulai menangis untuk meminta penjelasan.
Ngurah
“Betulkah semua itu Ibu?”.
Gusti Biang
“Aku tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya,
(Dengan manja)
Tapi jagan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu aku sangat malu.
Wayan
“Kalau begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sanggung Mirah, sampai kita berdua sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak iti berumah tangga dengan baik Sanggung Mirah....
d. Wayan
Wayan adalah salah seorang abdi Gusti Biang. Ia juga seorang lelaki tua yang dulu pernah menjadi ajudan dan teman seperjuangan almarhum suami Gusti Biang yang telah gugur pada saat pertempuran melawan Belanda. Selain itu, Wayan juga sebagai seorang penengah antara tokoh antagonis dan protagonis dalam jalannya sebuah cerita yang berperan untuk mendamaikan dalam setiap persoalan. Wayan sehari-harinya memiliki watak yang baik hati, setia, dan lucu. Dalam drama Bila Malam Betambah Malam ini Wayan sebagai sosok lelaki tua yang rela menjadi abdi Gusti Biang karena rasa cintanya kepada Gusti Biang. Namun, ia juga lelaki yang baik, penyayang, dan selalu membela kebenaran. Bahkan Wayan rela pergi meninggalkan Gusti Biang akibat persoalan Gusti Biang, Nyoman, Ngurah dan almarhum suami Gusti Biang. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut.
Wayan
“Maksud Gusti, Nyoman?”
Gusti Biang
“Tua bangka, pukul dia sampai mati, putar lehernya. Diam saja seperti kambing!”
Wayan
“ Gusti, Gusti, tidak ada kambing di sini!”
Wayan
“Baik aku akan pergi sekarang. Aku akan menyusul Nyoman. Aku juga bosan di sini meladeni tingkah lakumu. Tapi sebelum aku pergi aku akan jelaskan tentang pahlawan gadungan itu. Gusti harus tahu..”
Wayan
“Tiyang menghamba di sini karena cinta tiyang kepadanya. Seperti cinta Ngurah kepada Nyoman. Tiyang tidak pernah kawin seumur hidup dan orang-orang selalu menganggap tiyang gila, pikun,tuli, hidup. Cuma tiyang sendiri yang tahu, semua itu tiyang lakukan dengan sengaja untuk melupakan kesedihan, kehilangan masa muda yang tak bisa dibeli lagi”.
(Memandang Ngurah dengan lembut. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu dan kemudian berkata)
“Tidak. Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda seperti bape hanya karena perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-jangan dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang malam-malam begini. Mungkin dia bermalam di dauh pala di rumah temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat, kejar dia sebelum terlambat”.
5. Gaya Bahasa
Putu Wijaya menggunakan (gaya bahasa) pada drama “Bila Malam Bertambah Malam” yaitu gaya bahasa sehari-hari dan bahasanya kasar. Di bawah ini adalah kutipan dialog drama Bila Malam Bertambah Malam yang menggunakan gaya bahasa yang disajikan oleh pengarang.
Gusti Biang
“Setan! Setan! Kau tak boleh berbuat sewenang-wenang di rumah ini. Berlagak mengatur orang lain yang masih waras. Apa good, good apa? Good bye! Menyebut kekasih, manis, kau pikir apa anakku. Wayan akan menguncimu di dalam gudang tiga hari tiga malam, dan kau akan meraung seperti si belang”.
Gusti Biang
“Sakit gede, seumur hidupmu. Kalau akhirnya aku mati karena racunmu, awas-awaslah, rohku akan membalas dendam. Aku akan diam di batang-batang pisang dan di batu-batu besar, dan akan mengganggumu sampai mati. Tiap malam, bila malam bertambah malam. Setan, pergi kau, pergi. Sebelum kulempar dengan tongkat ini, pergi!
Gusti Biang
“Pergi leak! Aku sama sekali tidak menyesal!
Gusti Biang
“Kejar setan itu, putar lehernya! .. Kejar dia goblok!
Gusti Biang
“Begundal itu! Masukkan dia ke gudang!
Gusti Biang
“Bedebah! Anjing ompong! Setelah mengusir dia aku akan mengutuk kau, biar, mati kelaparan di pinggir kali”.
6. Amanat
Sebagai mahluk hidup yang bermasyarakat, tentu tidak bisa terlepas dari makhluk hidup yang lain. Karena kita membutuhkan satu sama lain. Kita harus bersikap sama antara makhluk yang satu dengan yang lain tanpa membedakan status sosial. Apabila seseorang menyimpan rahasia, suatu saat pasti akan terungkap hal yang sebenarannya, dan apabila seseorang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam melakukan sesuatu maka orang tersebut juga akan mendapatkan balasan yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pada naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya ini, tokoh antagonis adalah sebagai pusat jalannya sebuah cerita yang mana Gusti Biang sang tokoh utama selalu muncul dalam setiap peristiwa dan pembicaraan. Namun, ada pula tokoh protagonis yaitu Nyoman juga sebagai tokoh utama yang mana selalu muncul pula dalam setiap pembicaraan sekaligus sebagai lawan jalannya sebuah konflik antar kedua tokoh tersebut, Gusti Biang yang selalu membanggakan kebangsawanan dan kesombongannya mampu mempertahankan kesabaran Nyoman selama beberapa tahun, hingga akhirnya Nyoman tak kuasa dan pergi akibat kesombongan dan injakan-injakan dari sang majikan. Selain kedua tokoh tersebut, ada pula tokoh tritagonis yang terlibat peran untuk mendamaikan antar kedua tokoh antagonis dan protagonis melalui sebuah tutur kata dan perbuatannya yang selalu mendinginkan sebuah persoalan. Putu Wijaya telah berhasil menyusun alur drama dengan sangat rapi, sehingga para pembaca sangat mudah untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi pada drama Bila Malam Bertambah Malam.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Nugroho, M.pd. 2014 Powerpoint.